Teknologi rupanya sulit lepas dari kehidupan kita. Hal ini bisa dilihat dari begitu cepatnya sebuah teknologi berkembang seturut dengan bergantinya hari. Ada sebuah teknologi yang saat ini begitu digandrungi oleh manusia seantero jagad, yaitu yang dinamakan dengan internet atau dunia maya, tempat berkumpulnya manusia di dunia bagian manapun dan tempat berbagai informasi yang sudah bisa dibilang bebas hambatan, bisa diakses kapan saja dan dimana saja.
Gereja Katolik ternyata juga tidak mau ketinggalan dalam hal teknologi. Hal ini dimungkinkan karena memang dengan teknologi internet ini, informasi semakin cepat sampai pada tujuan. Bila dahulu kita masih harus menggunakan kurir berkuda untuk mengirimkan surat, atau burung merpati pos yang bisa mampir dimana-mana dulu, maka sekarang kita tinggal menggerakan mouse di komputer kita dan klik-klik-klik, sampailah surat kita yang berupa surat elektronik atau lebih keren disebut e-mail. Bila dahulu kita harus berbingung ria membangun sebuah perpustakaan untuk menyimpan informasi-informasi, berupa buku ataupun dokumen, itupun ada kemungkinan dimakan oleh usia ataupun kutu buku. Sedangkan saat ini, semua itu bisa disimpan di sebuah rumah maya atau sebuah “website” dan bisa diakses atau dilihat oleh semua manusia di bumi ini asal mempunyai koneksi ke internet. Hebat bukan?
Seiring dengan tuntutan jaman, maka tak terasa site-site yang berisikan mengenai informasi ke-katolik-an semakin marak, baik itu milik instansi resmi (Gereja, Komunitas, Organisasi) ataupun milik pribadi. Kita ambil contoh saja pusat kepemimpinan Gereja kita di Vatikan yang mempunyai website yang tergolong apik dan canggih di www.vatikan.va. Di sana terdapat informasi lengkap perihal Vatikan dan Gereja Katolik. Bisa juga kita lihat Catholic Online di www.catholic.org, sebuah situs search-engine yang mirip dengan Yahoo!, hanya informasi yang terdapat di dalamnya adalah perihal Katolik. Situs ini bahkan memberikan e-mail gratis bagi yang ingin memilikinya, yaitu di webmail.catholic.org, kita diberikan kesempatan mendaftar secara gratis untuk mendapatkan alamat email: nama_anda@catholic.org. Keren bukan? Bagaimana dengan perkembangan situs katolik di Indonesia? Untuk situs Katolik berbahasa Indonesia, kita bisa menengok site yang lumayan gede usianya, yaitu www.parokinet.org. Bahkan PD kita tercinta sudah 4 tahun memiliki sebuah rumah virtual di alam internet dan pada Jumat Agung kemarin (13 April 2001) situs PP resmi menggunakan domain sendiri, yaitu di www.petruspaulus.or.id dan warta.petruspaulus.or.id untuk arsip WPP ini. Situs ini memang kami persembahkan untuk Tuhan dan seluruh Keluarga Besar PDMPKK St. Petrus Paulus Surabaya di mana saja. Untuk semakin memasyarakatkan internet pula, maka kami pun menyediakan layanan e-mail gratis berbasis WEB dan POP3 bagi seluruh umat PP atau alumni atau bahkan simpatisan PP yang ingin memiliki e-mail dengan alamat nama_anda@petruspaulus.or.id. Untuk keterangan lebih jelas, bisa dibaca di situs PP atau lewat e-mail ke pede@petruspaulus.or.id. Jadi… buruan daftar, kalo merasa sebagai anak PP! ๐
Bila mau menengok lebih lanjut, masih ada banyak sekali situs-situs rohani ini, malah belakangan telah dirintis beberapa situs search-engine yang mirip dengan Catholic Online, hanya saja ini buatan anak negeri dan berbahasa Indonesia, di antaranya www.katolik.org, dan tak lupa beberapa situs bagus seperti www.katolik.net; www.geocities.com/lembah_karmel/; www.kitabsuci.com; www.pondokrenungan.com; www.sekolahminggu.org; www.gerejakatolik.net; dan masih banyak lagi… silahkan melihat Web-Marks yang ada di situs PP. Keuskupan Bandung pun telah lama sudah merintis dan bisa dibilang salah satu di antara sedikit Keuskupan di Indonesia yang mempunyai website, yaitu di www.parokinet.org/bandung/. Rm. Alex Wijoyo, SJ. yang menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komukikasi Sosial (Komsos) KWI saat ini pun sedang mengembangkan proyek Jaringan Antar Keuskupan Seluruh Indonesia (JAKUSI). Diharapkan dengan proyek JAKUSI ini, seluruh paroki, biara dari semua tarekat di Indonesia bisa terhubung dengan komunikasi internet satu sama lain.
Masih banyak lagi situs-situs lain yang tidak sempat disebutkan atau malah tidak terpantau, karena dalam dunia maya ini, setiap detik itu mungkin bisa ada situs baru. Bahkan juga banyak sekali situs yang berisikan devosi-devosi kepada Santo atau Santa tertentu, juga penampakan-penampakan Maria, dll. Untuk apakah semua itu? Alasannya bisa bermacam-macam. Ada yang hanya ingin mengarsipnya saja, ada yang ingin memberitakan suatu kejadian khusus kepada orang lain, ada yang ingin mengenalkan Katolik pada orang lain, dan masih banyak alasan lainnya. Akan tetapi, semuanya itu mempunyai satu tujuan, yaitu mewartakan kabar gembira Tuhan melalui media internet. Bukankah Tuhan juga berhak untuk dikenalkan dengan internet?
Memang kita tidak tahu reaksi apa yang ditimbulkan oleh para pengaksesnya, tapi rata-rata para pemilik website itu percaya, bahwa “karya” mereka itu mampu membawa hasil, entah pada siapa dan kapan. Ambil contoh sederhana saja, seperi Layanan Doa Online milik situs PDPP, yang dulunya sepi sekali… tetapi sekarang, tiap bulannya kami menerima minimal 2-4 permintaan doa dari orang-orang yang tersebar di berbagai negara dengan berbagai macam permasalahan, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Hal ini menunjukkan bahwa PDPP telah mendapat kepercayaan yang begitu tak bernilai dari orang-orang yang hanya mengenal PDPP sebatas informasi yang ditampilkan di situs PDPP yang bisa dibilang hanya formalitas dan kurang akurat dibandingkan apabila bisa bergabung secara langsung.
Oleh karena itu, kita sebagai umat Katolik juga harus “berusaha” untuk mengikuti perkembangan teknologi ini, walaupun tidak harus “selalu”. Anggaplah ini sebagai suatu “kesempatan” untuk lebih membuka wawasan dengan mencari informasi lebih luas dan lengkap, bukan sebagai suatu “tuntutan”, karena bila demikian, maka kita akan diperbudak oleh teknologi itu sendiri. Telah banyak “korban-korban” akibat penggunaan teknologi secara berlebihan atau salah arah, terutama teknologi internet. Tinggal kita saja yang bagaimana mengarahkan diri kita dalam menghapadi teknologi tersebut. Semoga dengan berkembangnya teknologi dalam Gereja menunjukkan bahwa Gereja Katolik semakin matang dalam menghadapi jaman dan menyongsong masa depan yang cerah!
Ad Maiorem Dei Gloriam!
JN. Rony
20010520
Santa Klaus atau Sinterklas, siapa sich yang nggak tahu? Seorang sosok yang melegenda sedemikian kuatnya pada setiap masa Natal di seluruh dunia, hampir menyamai bahkan mungkin menutupi sosok Tuhan Yesus sendiri yang dilahirkan pada bulan Desember. Siapa sebenarnya dia itu ?
Sosok Santa Klaus, yang penampilan sebenarnya tidaklah seperti yang kita saksikan, adalah benar-benar ada, bukan hanya sekedar dongeng Natal. Nama aslinya adalah Santo Nicholas, seorang santo yang juga uskup di Myra (sekarang Turki) sekitar tahun 300-an. Lahir sebagai ank tunggal dari keluarga kaya dan menjadi yatim piatu pada usia muda, saat kedua orang tuanya meninggal karena wabah. Dia dibesarkan di sebuah biara dan pada usia 17 tahun, dia menjadi salah satu imam termuda. Banyak cerita tentang kedermawanannya, dia membagi-bagikan kekayaannya dalam bentuk hadiah kepada orang-orang yang membutuhkan, terutama anak-anak. Legenda menceritakan bahwa ia menjatuhkan kantong-kantong berisi emas melalui cerobong asap atau melemparkannya melalui jendela dan masuk ke dalam kaus kaki-kaus kaki yang tergantung di perapian.
Beberapa tahun kemudian Nicholas menjadi uskup, sehingga ia memakai topi uskup, jubah panjang, jenggot putih dan mantel merah. Setelah kematiannya, Gereja Orthodox mengangkat uskup ini sebagai seorang santo. Gereja tertua di Rusia dibangun untuk menghormati dia. Namanya diperingati setiap tanggal 6 Desember. Gereja Katolik Roma juga menghormatinya sebagai orang yang suka menolong anak-anak dan orang miskin. Santo Nicholas menjadi santo pelindung bagi anak-anak, pelaut (penumpang kapal), dan pedagang. Selain itu, ia juga dijadikan pelindung banyak kota, propinsi, keuskupan dan gereja. Dengan demikian, ia termasuk santo yang paling populer, sehingga ketika Gereja Katolik mulai merayakan hari Natal, Santo Nicholas digabungkan dalam perayaan Natal ini. Ketika jaman Reformasi, kaum Protestan tidak menghendaki Santo Nicholas sebagai tokoh mereka karena ia terlalu berbau Gereja Katolik. Karenanya, masing-masing negara atau wilayah akhirnya mengembangkan tokoh Si Pemberi Hadiah mereka masing-masing. Di Perancis dia dikenal sebagai Pere Noel. Di Inggris sebagai Father Christmas. Di Jerman sebagai der Weihnachtsmann (Manusia Natal). Ketika komunis mengambil alih Rusia dan tidak mengakui umat Kristiani secara hukum, bangsa Rusia menyebutnya Grandfather Frost, dan ia memakai baju biru bukan merah seperti biasanya. Di Belanda ia disebut Sinter Klaas (yang akhirnya di Amerika terjadi salah pengucapan menjadi Santa Claus). Nama Santo Nicholas masuk ke Amerika melalui para imigran Jerman, di sini dia dikenal sebagai Santa Claus. Santa-santa ini mengenakan berbagai macam warna kostum, kadang bahkan hitam! Tapi mereka semua memiliki kesamaan: berjenggot putih dan membawa hadiah untuk anak-anak.
Tokoh Santa Claus versi Amerika diambil dari legenda Belanda Sinter Klaas, yang dibawa oleh pendatang New York pada abad ke-17. Pada awal tahun 1773, nama Santa Claus muncul sebagai “St. A Claus”, kemudian seorang penulis terkenal, Washington Irving, yang memberikan informasi lengkap tentang Santo Nicholas versi Belanda. Dalam tulisannya, History of New York, yang diterbitkan pada tahun 1809 dengan nama samaran Diedrich Knickerbocker, Irving menggambarkan tentang kedatangan Santo ini dengan berkuda (tanpa ditemani Black Peter) pada setiap malam Santo Nicholas. Santa versi Amerika mulai dikenal pada tahun 1823 melalui tulisan A Visit from Saint Nicholas yang lebih dikenal dengan judul The Night Before Christmas yang ditulis oleh Clement Clarke Moore. Moore juga menyebutkan nama-nama dari rusa-rusa yang dipakai Santa, cara tertawa Santa, caranya mengedipkan mata, anggukan kepalanya, dan menyebutnya sebagai peri tua yang suka menghibur, bertubuh gemuk, dan masuk melalui cerobong asap.
Santa versi Amerika ini dikembangkan lebih lanjut 40 tahun kemudian oleh Thomas Nast, kartunis politik, yang menciptakan Santa untuk sampul depan majalah Harper โs Week edisi Natal dari tahun 1860 sampai tahun 1880. Santa ciptaannya digambarkan sebagai pria tua yang suka menghibur, bertubuh gemuk dan menghisap pipa bergagang panjang. Nast menambahkan cerita-cerita seperti tempat kerja Santa di Kutub Utara (tempat Santa membuat mainan) dan daftar anak baik dan anak nakal di seluruh dunia yang dimiliki oleh Santa. Akhirnya, dari tahun 1931 sampai tahun 1964, Haddon Sundblom menciptakan Santa baru setiap Natal untuk iklan Coca Cola yang muncul di seluruh dunia, bukan lagi sebagai peri namun digambarkan sebagai manusia. Santa inilah yang kita kenal sekarang, dengan kostum merah berhias bulu-bulu putih, sepatu bot dan sabuk kulit, jenggot panjang putih dan sekarung mainan yang tergantung di punggungnya. Dalam cerita versi modern ini, hanya para pekerja yang membantu Santa membuat mainan yang berwujud peri. Rudolph, rusa kesembilan, yang berhidung merah mengkilat, diciptakan pada tahun 1939 oleh seorang penulis iklan untuk perusahaan Montgomery Ward Company.
Banyak anak-anak yang bertanya-tanya di manakah sebenarnya Santa ini berasal dan di mana ia tinggal jika sedang tidak membagi-bagikan hadiah. Akhirnya tersebar cerita bahwa Santa Claus tinggal di Kutub Utara, di sana jugalah ia membuat mainan-mainannya. Pada tahun 1925, karena rusa tidak mungkin hidup di Kutub Utara, maka koran-koran banyak yang memberitakan bahwa Santa Claus sebenarnya tinggal di daerah Finlandia. Pada tahun 1927, Markus Rautio, seorang pemandu acara “Children’s Hour” di radio Finlandia mengungkapkan sebuah rahasia besar, yaitu: Santa Claus sebenarnya tinggal di suatu tempat yang bernama Ear Fell. Tempat ini terletak di perbatasan timur Finlandia, tempat ini berbentuk seperti telinga seekor kelinci, yang sebenarnya merupakan telinga Santa Claus, dengan telinga inilah ia mendengarkan apakah anak-anak di seluruh dunia berlaku manis atau tidak. Santa mempunyai sekelompok peri yang selalu sibuk membantunya membuat mainan. Setelah berabad-abad, berbagai macam kebudayaan dari belahan bumi utara berbaur menjadi satu dan menciptakan tokoh Santa Claus untuk seluruh dunia. Santa yang selalu awet muda, abadi, manusia berjenggot putih yang tidak dapat mati yang selalu membagi-bagikan hadiah pada hari Natal dan selalu pulang kembali ke Finlandia.
Tepat pada tanggal 9 Mei 1087, para pemilik kapal dari Italy, mengambil semua tulang-tulang dan semua sisa dari tubuh Santo Nicholas untuk dipindahkan dari Turki ke Italy ke kota Bari dan disana dibuat satu gereja besar yg diberi nama St. Nicolaas Katedral. Oleh sebab itu, tiap tanggal 9 Mei orang Italy merayakan hari St. Nicolaas sebagai pelindung para pelaut.
dari berbagai sumber
JN. Rony
20001225