Barusan aku menonton tayangan Reportase Investigasi di TransTV yang kali ini mengangkat topik tentang susu formula yang disinyalir mengandung bakteri yang sedang ramai diperdebatkan belakangan ini. Dalam tayangan investigasi tadi, aku kaget waktu ditayangkan investigasi tentang susu tak bermerk yang ternyata ada juga dijual di pasaran, jadi seperti halnya minyak goreng curah yang ditimbang dan dikemas pake plastik polos gitu aja. Ngeliat tayangan cara proses pengemasannya, hiii… sungguh serem, mengingat pengkonsumsi susu mayoritas itu adalah bayi yang punya tingkat kekebalan tubuh lebih lemah ketimbang orang dewasa. Pada tayangan lain, diputarkan hasil investigasi tentang susu segar yang dicampur dengan air santan. Hal yang dilakukan demi mencari keuntungan lebih. Gilak… makin gila dunia ini. Dan ternyata, the winner of the crazy-stupid-thing pada tayangan tadi adalah susu segar yang dicampur dengan air larutan kaporit!!! Shit! Ini lebih gila dari susu campur santan. Ampun-ampun dah ngeliat tayangan tadi… napa ga sekalian aja pelakunya tuh minum air kaporit daripada bikin orang lain sengsara ya?
Hmmm… dunia makin gila dan kejam. Aku termasuk orang yang doyan sekali jajan pinggiran. Sejak kecil hingga dewasa aku sangat suka makan dan jajan dari penjaja keliling ataupun warung di pinggir jalan. Menurutku, taste yang disajikan lebih mantap ketimbang hidangan restoran mewah. Bagi lidah suroboyoan seperti aku, kenikmatan menyantap makanan emperan memiliki citarasa yang lebih. Orang bilang: enak gila! Aku bilang: Haujek sencingping! Namun, beberapa tahun belakangan, agaknya kenikmatan wisata kuliner jalanan ini mulai berkurang akibat ulah-ulah mereka yang tidak bertanggung jawab. Dengan dalih mencari keuntungan lebih, mereka mencampurkan makanan-makanan yang seharusnya lezat dengan bahan-bahan kimia sehingga membuatnya menjadi beracun. Lalu apa bedanya dengan pembunuh ya? Napa ga sekalian aja bawa pistol dan dor! Daripada membuat orang sengsara berkepanjangan akibat menyantap racun berkedok makanan lezat?
Sebel… tapi memang hidup penuh dengan liku. Mungkin saatnya lebih memilih makan makanan yang higienis. Aku percaya bahwa orang-orang yang punya cara dagang tidak sehat itu akan mendapatkan ganjarannya tersendiri. Dari tayangan tentang susu “beracun” tadi, aku jadi teringat kembali akan cerita lucu 5 alasan kenapa ASI lebih baik daripada susu kemasan, yaitu: lebih cepat dihidangkan, lebih bersih, lebih aman ( tidak bisa dijangkau oleh kucing), lebih gampang ditangani bila kita mengadakan perjalanan jauh, dan yang terpenting… disimpan dalam kemasan yang menarik! π
Salam ASI,
JN. Rony
20080301
coretan sebelum main badminton…
Jendral itu telah pergi… Siang tadi, Jendral tua itu akhirnya menutup mata setelah cukup lama berjuang melawan sakitnya. 32 tahun berkuasa ternyata benar-benar membuat karisma dan wibawanya masih terasa hingga hari ini, walaupun 10 tahun sudah tak lagi merajai negeri ini. Aku teringat 12 tahun lalu saat sang ibu tiada, negeri ini seolah disulap menjadi negeri yang berduka, tak ada moment tanpa mengenang sang ibu… dan hari ini ingatan itu serasa di-rewind dalam pikiranku. Hampir semua stasiun TV berlomba menanyangkan kilas balik perjalanan sang Jendral tua. Banyak tokoh numpang nampang mengungkapkan kekagumannya pada sang Jendral tua dan untuk sesaat, lenyaplah segala kontroversi hukum yang sebelumnya terus-menerus menghantamnya.
Dari diskusiku dengan beberapa teman, berbagai respon kurasakan. Ada yang bersimpati atas sakitnya, ada pula yang bersorak dan menganggap sakitnya itu sebagai karma atas segala perbuatannya, dsb. Dari berbagai tayangan kilas balik perjalanan hidup sang Jendral, terkesan begitu banyak jasa-jasa yang telah diberikan oleh sang Jendral pada negeri ini. Well… saat sang Jendral berkuasa aku memang masih terlalu kecil untuk mengerti arah kepemimpinannya… yang kutahu adalah aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan sebagai keluarga keturunan Perancis, kata seorang teman… maksudnya Peranakan Cina Surabaya. Masa-masa aku bersekolah hingga lulus SMA adalah masa dimana aku harus merasakan hidup sebagai warga negara kelas 2, dimana lebih banyak aturan-aturan yang harus kami jalani tanpa bisa melawan. Istilah “cino singkek” begitu akrab di telingaku semenjak aku menginjak TK nol kecil. Well, namun aku tetap menjalani kehidupanku mengingat kami sudah terlatih menghadapi “propaganda” saat itu.
Semenjak sang Jendral lengser keprabon oleh paksaan reformasi, negeri ini toh tak kunjung selesai persoalannya, terlalu kronis kata beberapa pakar, sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan membalikkan telapak tangan. Pemimpin telah berganti, namun tetap saja belum ada perubahan berarti, bahkan bagi mereka yang merasakan 6 jaman, ada yang berpendapat bahwa jaman kedualah yang terbaik mengingat saat itu mencari nafkah dirasa paling mudah dibandingkan saat ini. Namun tentunya sepak terjang sang Jendral pun meninggalkan luka mendalam bagi sebagian orang, entah yang berseberangan pendapat atau hanya sekedar orang yang berada di tempat dan waktu yang salah. Sekarang, Cinta dan Benci berbaur mengantarkan kepergian sang Jendral ke alam baka.
Hmmm… memang, sang Jendral adalah sosok karakter yang kuat dalam bersikap; namun sang Jendral pun manusia yang punya keterbatasan. Kulihat ada hal-hal positif yang telah diwujudkan sang Jendral bagi negeri ini; di sisi yang lain aku pun melihat ada hal-hal yang dihancurkan oleh sang Jendral. Dielukan dan dihujat, itulah akhir kepemimpinan sang Jendral. Bagiku, akhir hidup sang Jendral menyisakan rasa sedih, prihatin dan gembira dalam diriku. Sedih, karena negeri ini harus kehilangan seorang Jendral Besar yang karismanya begitu besar dan berjasa begitu besar bagi bangsa ini; Prihatin, karena sang Jendral harus mengalami tarik-ulur nyawa dengan sang malaikat maut, entah karena fisiknya yang kuat ataukah itu hukuman akibat dosa-dosa semasa hidupnya; dan Gembira karena sang Jendral Tirani itu akhirnya pergi juga, cukup sudah penderitaan yang telah ditimbulkannya pada negeri ini. Pada akhirnya, aku pun harus belajar untuk melepaskan kepergian sang Jendral dalam damai, berdoa semoga sang Jendral dapat beristirahat di alam baka sambil melihat secara jelas negeri ini dari atas sana. Manusia hidup dengan 2 sisi, baik dan buruk; aku mencoba untuk melihatnya pada sosok sang Jendral yang tentu tak sempurna. Aku hanya berharap semoga dengan kepergian sang Jendral dapat membawa negeri ini lebih baik di hari esok.
Betapa hatiku tak’kan pilu
Telah gugur pahlawanku
Betapa hatiku tak’kan sedih
Hamba ditinggal sendiriSiapakah kini p’lipur lara nan setia dan perwira
Siapakah kini pahlawan hati, pembela bangsa sejatiTelah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh s’ribu
Tanah Air jaya saktiGugur bungaku di taman bakti, di haribaan pertiwi
Harum semerbak menambah sari, Tanah Air jaya sakti
Selamat jalan Jendral! Requiescat in Pace!
JN. Rony
20080127
In Memoriam: HM. Soeharto
Malaysia, Truly Asia… baru kali ini aku mendapatkan kesempatan untuk membuktikan kebenaran slogan negeri jiran yang jadi tetangga kita. Lewat berbagai pertimbangan, akhirnya kuputuskan untuk ikut serta dalam acara bertajuk Performance Appreciation Gathering yang diselenggarakan oleh perusahaan tempatku mencari nafkah sehari-hari. Well, inilah kali pertama pasporku ada gunanya, karena selama ini pasporku hanya dibuat sekedar untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu diperlukan. Mengambil waktu di libur long weekend, kami dari cabang-cabang di daerah berkumpul sehari sebelumnya di Jakarta. Aku sendiri transit dulu di Surabaya dan berangkat bersama rombongan dari cabang area timur. Malam itu kami tiba di Jakarta lebih lambat dari jadwal, karena entah kenapa hari itu semua penerbangan ke Jakarta mengalami delay berjam-jam. Kemacetan Jakarta pun langsung kurasakan kembali dan malam itu kuhabiskan dengan berjalan-jalan di mall dekat hotel tempat menginap. Paginya, setelah makan pagi kami langsung diberangkatkan dalam bus hotel yang ternyata kapasitasnya tidak sebanding dengan jumlah peserta. Dengan sedikit berdesak-desakan, sampailah di Cengkareng Terminal 2. Setelah menunggu beberapa jam dan mendapatkan instruksi dari tour leader, kami melewati beberapa prosedur pemeriksaan di terminal keberangkatan international plus ditambah sedikit delay, terbanglah kami dengan pesawat Garuda Indonesia. Mulailah perjalananku di negeri jiran…
Day 1 – 17 Mei 2007. Setelah melewatkan beberapa jam di pesawat Boeing 747-400, mendaratlah aku di KLIA. Amazing! Suasana yang sangat berbeda langsung kurasakan begitu memasuki KLIA. Jujur, langsung deh Cengkareng yang merupakan bandara paling modern di Indonesia serasa ga ada apa-apanya π butuh kerja keras bertahun-tahun untuk bisa mewujudkan airport seperti KLIA, aku jadi membayangkan bagaimana model Changi yang terkenal itu ya? Setelah naik trem penghubung bandara dengan terminal (so cool) dan melewati beberapa prosedur imigrasi plus pengambilan bagasi, kami diajak makan siang di Eden KLIA Restaurant. Ciri khas masakan Melayu-India mulai kurasakan, entah karena memang kenyang atau masih belum terbiasa, aku ga banyak makan. Setelah makan, rombongan langsung diajak ke Genting Highland, sebuah kota yang terletak 2000 meter di atas permukaan laut. Genting yang terkenal dengan kasinonya ini kami capai dengan menaiki kereta gantung. Saat tiba di Genting, kami langsung makan malam, sedikit pengarahan dari direksi perusahaan dilanjutkan dengan cek-in di Genting Hotel dan malam itu aku berjalan-jalan di sekitar Genting dan melihat suasana di kasino yang sangat ramai dengan orang yang ingin menguji keberuntungannya. Ada sedikit pemandangan yang unik namun mengenaskan, saat aku melihat cukup banyak orang yang rela tidur di arena permainan dengan ala kadarnya hanya demi menghemat uang hotel agar bisa berjudi, berharap dewi fortuna berpihak pada mereka. Hmmm… pengalamanku mengatakan bahwa bandar tidak pernah kalah, namun aku pun tak bisa menyalahkan mereka yang berharap begitu besar pada judi… Entahlah, setidaknya di sini aku merasakan bahwa aku harus bersyukur bahwa aku tak perlu sampai begitu desperado dan mengharapkan kaya dari judi yang notabene hampir mustahil. Bahkan guide lokal yang mendampingi groupku mengatakan bahwa di semua hotel di Genting memang tidak ber-AC, karena hawanya sudah cukup dingin, namun jendela kamar saat ini hanya bisa dibuka sekitar 5-10 cm saja, mengingat dulunya banyak yang bunuh diri dengan cara melompat dari kamar hotel akibat kalah judi. Malam pun tak terasa berlalu…
Day 2 – 18 Mei 2007. Pagi itu aku bangun agak kesiangan. Setelah berkemas aku langsung makan pagi, namun ternyata tak ada menu yang menarik seleraku untuk makan. Ga biasa sarapan sih π Setelah makan, aku pun mulai mencoba Outdoor Theme Park yang katanya wajib untuk dicoba. Dengan membayar tiket terusan (seperti di Dufan), seharga RM 33 pengunjung bisa menikmati isi permainan sepuasnya sampai tutup, tapi orientasiku saat itu hanya mencoba permainan yang menguras adrenalin. Yang pertama adalah Flying Coaster. Permainan ini harus membayar lagi seharga RM 10, namun bisa 2x main. Flying Coaster ini mirip Roller Coster namun dalam posisi tidur seperti Superman sedang terbang dan berada di bawah rel. Setelah 2x putaran, aku lanjut ke permainan yang dinamakan Space Shot, dimana kita diangkat ke ketinggian 185 feet (sekitar 56 meter) lalu diterjunkan ke bawah dengan kecepatan 67 km/jam, sungguh pengalaman dengan gravitasi yang cukup menyenangkan. Permainan ketiga dan terakhir yang kunaiki adalah roller coaster yang dinamakan Corkscrew, karena waktunya untuk berkemas dan kembali ke Kuala Lumpur. Informasi tentang Genting Highland bisa dilihat di http://www.genting.com.my. Siang itu kami sekali lagi naik kereta gantung dan dibawa ke Kuala Lumpur. Di tengah perjalanan kami diajak mengunjungi Batu Cave, yang cukup menguras tenaga untuk menaiki tangganya yang berjumlah lebih dari 270 anak tangga. Setibanya di Kuala Lumpur, rombongan dilepas di KLCC untuk belanja, kemudian makan malam di Sri Thai Restaurant dan berakhir di Berjaya Times Square Hotel. Malam itu, kulewatkan dengan sedikit jalan-jalan dan menikmati minuman di cafe hotel.
Day 3 – 19 Mei 2007. Lagi-lagi aku bangun kesiangan, yang berakibat aku tidak ikut sarapan. Ternyata aku sudah ditunggu oleh rombongan untuk memulai city tour. Secara garis besar, aku kagum dengan kota Kuala Lumpur ini, karena cukup tertata rapi. Well, bisa jadi rumput tetangga lebih hijau khan? π Sampai siang, kami diajak ke beberapa objek untuk foto-foto, menaiki wahana (semacam bianglala di Dufan) Eye On Malaysia – sebuah wahana yang diadakan hanya pada tahun 2007, belanja di pusat per-coklat-an (phew, serem liatin teman-teman kantor pada kesetanan belanja coklat) , foto group dengan latar Petronas Twin Tower . Setelah makan siang di MinMax Chinese Restaurant, kami dilepas di tempat perbelanjaan bernama Sungai Wang hingga sore, di sini aku membeli beberapa souvenir kecil. Sorenya kami kembali ke hotel untuk bersiap makan malam di Sri Melayu Restaurant dan malamnya kulewati dengan acara kecil yang ga jelas di tempat yang aku ga ingat pula namanya π
Day 4 – 20 Mei 2007. Pagi itu aku mulai kepayahan… maklum, sudah beberapa malam aku kurang tidur. Setelah dibangunkan dengan paksa, aku langsung bersiap dan makan pagi. Untunglah bawaanku sudah kusiapkan sejak malam. Setelah proses cek-out, rombongan dibawa menuju Putrajaya untuk foto-foto dan dilanjutkan dengan makan siang di Putajaya Seafood Restaurant. Setelah itu, kami langsung menuju ke KLIA untuk bersiap kembali ke Indonesia. Ada hal yang menarik dalam rombonganku ini, yaitu bawaan bagasinya adalah yang terbanyak diantara rombongan yang ada. Guide lokal kami pun cukup terkesima, mengingat jumlah rombongan sekitar 40-an orang, sedangkan jumlah bagasi sebanyak 80-an belum termasuk tas yang dibawa ke dalam kabin pesawat π Di KLIA, setelah cek-in tiket, berbelanja sedikit oleh-oleh di Duty Free Airport, kami terbang kembali ke Indonesia dengan Garuda Indonesia, kali ini dengan pesawat Boeing 737-400 yang jelek banget π
Hmmm… ada beberapa hal yang menarik dalam perjalanan ke Malaysia yang walau cuma beberapa hari tersebut, di antaranya adalah keteraturan dan kebersihan. Jujur, aku sangat nyaman dengan kebersihan kota Kuala Lumpur. Design kotanya juga menarik dan di beberapa daerah terlihat penataan kota yang apik, walaupun cuaca di sana cukup panas menyengat. Yang cukup membuat nyaman adalah walaupun Malaysia adalah negara yang menerapkan hukum Islam, namun kebebasan bagi warga non-muslim tetap terjaga. Dari pengamatanku, mayoritas di sana terdiri dari 3 jenis manusia: Melayu, China dan India. Praktis penggunaan bahasa Melayu, Inggris dan Mandarin sangat akrab di telinga. Berakhir sudah perjalanan senang-senang ke negeri tetangga… tinggallah kenangan hidup beberapa hari di negeri orang. Thanks untuk teman-teman yang seperjalanan denganku yang turut menceriakan hari-hariku, thanks pula untuk Lisa, tour leader rombongan kami yang cantik dan sangat sabar, terlebih lagi thanks untuk board of director dari SMS yang sudah meng-entertain kami…
Pada akhirnya… Malaysia memang layak untuk disebut Truly Asia…
JN. Rony
20070610
“Cintaku bukan biasa…” — Siti Nurhaliza