Berdoa kepada orang kudus, buat apa? Sering pertanyaan itu terlontar dan kadang diselingi komentar, kenapa tidak langsung doa pada Tuhan saja? atau apa itu tidak menyembah berhala (orang)? dan sebagainya… Memang, kadang sulit diterima dengan akal sehat, bagaimana bisa orang kudus yang notabene sudah meninggal dapat mengabulkan doa-doa kita, atau mendoakan kita… padahal kita tahu bahwa yang patut disembah hanyalah Allah saja. Dulu, mungkin saya termasuk orang yang juga sulit menerima paham tersebut. Bagi saya waktu itu, berdoa kepada Tuhan langsung sudahlah cukup. Sampai beberapa peristiwa yang semakin menguatkan saya bahwa dalam berdoa kepada orang kudus, mampu membawa doa-doa saya secara khusus ke hadapan Allah.
Sejenak kita lihat para Kudus semasa hidupnya (saya kutip sebagian dari buku Mempertanggungjawabkan Iman Katolik buku Kesatu bab 5 karangan Dr. H. Pidyarto, O.Carm). Dalam Perjanjian Lama, Abraham pernah berdoa untuk kota Sodom dan Gomora (Kej 18:16-33); Musa pernah berdoa agar bangsa Israel tidak dimusnahkan (Kel 32:11-14); dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, kita lihat bahwa Yesus berdoa untuk para murid-Nya dan dunia (Yoh 17); kita bisa lihat juga bahwa Paulus sering sekali mendoakan umatnya (Rm 1:10; Ef 1:16; dsb.) dan Paulus juga minta didoakan oleh umatnya (Fil 1:19; 1Tes 5:25; 2Tes 3:1; dsb.) dan masih banyak lagi. Dari beberapa contoh, bisa kita lihat bahwa doa kita kadang berguna untuk orang lain (sering kali kita mendengar doa syafaat bukan? doa yang dinaikkan bersama-sama untuk sebuah kepentingan), juga kita bisa minta orang lain untuk mendoakan kita, serta doa orang benar sangatlah besar kuasanya (Yak 5:16).
Nah, namanya juga orang kudus, tentunya semasa hidupnya mereka hidup kudus bukan? Tentunya setelah mereka meninggal, mereka akan tinggal bersama dengan Allah di Surga bukan? Lalu, kita tentu menyadari pula bahwa mereka (para kudus) pastilah anggota Gereja juga yang dengan kata lain bisa diartikan saudara kita juga. Jadi, kenapa kita tidak minta didoakan oleh mereka? Bukan sebuah hal yang aneh bukan? Dalam sebuah keluarga, tak jarang seorang adik minta tolong pada kakaknya untuk merayu ayah-ibunya untuk membelikan sesuatu. Jadi, kenapa kita tidak minta bantuan pula pada para kudus yang notabene kehidupan doanya lebih baik daripada kita? Hal ini tidak berarti kita meng-allah-kan mereka, namun kita mohon pada mereka agar menjadi pengantara bagi kita dengan Kristus (atau Allah Bapa). Bukankah mereka punya kuasa lebih besar dari kita karena mereka sangat dekat dengan Allah?
Saya pribadi sejak dibaptis dan menerima krisma, saya mencoba untuk menyerahkan hidup saya di bawah bimbingan Santo Nicholas dan Yohanes Rasul. Sedikit demi sedikit, saya mencoba meneladan mereka dalam kehidupan keseharian saya. Hasilnya, walau tidak saya sadari… hari-hari saya selalu bisa saya lewati dengan rahmat Allah, minimal saya masih bisa bernafas sampai sekarang. Hal ini saya yakini sebagai penjagaan dari para santo pelindung saya. Pernah seorang teman kehilangan dompet saat makan malam di sebuah warung dan baru disadari keesokan harinya. Saat itu saya langsung berdoa pada Santo Antonius dari Padua (yang dikenal sebagai santo pencari barang-barang yang hilang) dan tak lama kemudian, teman saya menerima telepon dari ibu penjual warung tersebut yang memberitahu perihal dompetnya yang ketinggalan dan dompet itu kembali tanpa ada 1 pun barang yang hilang. Pertolongan dari Santo Antonius Padua ini juga saya alami beberap waktu lalu, ketika saya sedang menjadi panitia di Camping Rohani. Waktu itu kami kehilangan sebuah barang milik peserta yang ditaruh di posko dan saat barang itu hilang keadaan posko memang sedang semrawut dan yang jaga rekan saya seorang diri. Setelah diskusi dengan suster, akhirnya kami putuskan untuk pasrah saja dan minta bantuan pada Santo Antonius dari Padua. Saat itu saya tidak berdoa, namun hanya menyerukan dalam hati agar Santo Antonius mau membantu masalah kami ini. Sore harinya, rekan saya melihat barang itu sedang dibawa oleh seorang peserta dan kemudian bilang pada saya, setelah diperiksa… memang barang itu diambil oleh seorang peserta saat posko sedang ramai-ramainya. Sebagai orang yang sering bepergian, saya sering menyetir mobil atau motor keluar kota, baik sendirian atau bersama teman. Nah, dalam kondisi tertentu… saya sering merasa ngantuk saat nyetir. Namun saya senantiasa menyerahkan perjalanan saya pada bimbingan Santo Kristoforus (Santo pelindung para pengendara) dan hasilnya bisa terlihat… saat saya ngantuk, selalu saja ada kejadian yang membangunkan saya, entah itu telepon dari teman, peristiwa di pinggir jalan yang menarik perhatian, sampai seperti ada yang membangunkan saya. Begitu pula dalam pelayanan, saya sering meminta kekuatan dari Santo Petrus, Paulus dan Ignatius dari Loyola, yang senantiasa membimbing saya dalam bertindak.
Masih banyak para kudus yang dapat kita mintai pertolongan dalam keadaan apapun. Mereka bisa diyakini mampu membawa doa-doa permohonan kita secara khusus pada Allah. Begitu pula dengan Maria, tentulah dia sangat mampu membawa doa kita secara pribadi pada putranya, Yesus. Jadi, bukanlah hal yang tabu untuk berdoa pada para kudus di Surga. Bila kita bersedia minta didoakan oleh sesama manusia (entah itu gembala, teman, saudara, atau siapa saja), kenapa kita tidak mau mempercayakan permasalahan kita pada para kudus yang jelas-jelas posisinya lebih dekat dengan Allah? Bukankah mereka juga saudara kita dalam Kristus? Marilah kita mulai mencoba ber-devosi pada para kudus!
JN. Rony
20010720
yang merasa selalu dilindungi para kudus
Prigen, 4-8 Juli 2001 – Tahun ini Keuskupan Surabaya “ketiban sampur” jadi tuan rumah dari beberapa event besar. Selain Konvenda, Keuskupan Surabaya juga ditunjuk sebagai Panitia Pelaksana Pertemuan Nasional (Pernas) Liturgi yang dihadiri oleh utusan dari Komisi Liturgi Keuskupan se-Indonesia serta para pakar liturgi dan KWI (Konperensi Waligereja Indonesia). Tema yang dibahas adalah Perayaan Ekaristi Pasca 2000.
Persiapan demi persiapan pun dilakukan demi terlaksananya acara yang cukup penting (namun sayang kurang diperhatikan oleh umat) ini. Pada tanggal 2 Juli, satu per satu peserta Pernas mulai berdatangan dan diterima serta diinapkan di Paroki Kepanjen dan pada tanggal 4 Juli (Rabu), peserta pun dibawa oleh panitia menuju Gereja Hati Kudus Yesus (Katedral) untuk mengikuti misa pembukaan yang dipimpin oleh Mgr. Sutrisnaatmaka dan Mgr. John Liku-Ada’ dan disertai dengan pameran barang-barang liturgi dan hiburan seni. Setelah misa dan ramah-tamah, para peserta dari 34 Keuskupan di Indonesia ditambah dengan para dosen liturgi dan dewan pleno Komlit KWI diangkut dengan bis menuju ke Griya Samadhi St. Vincentius a Paulo, Prigen. Selama 3 hari 3 malam para peserta mengadakan sidang berkaitan dengan Perayaan Ekaristi yang baik, baik melalui presentasi yang dibawakan oleh para wakil komisi liturgi ataupun sharing kelompok.
Merupakan sebuah anugerah redaksi WPP bisa memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi di dalam event ini. Bersama dengan redaksi majalah KOKI (Kontak Paroki) Gereja Kelsapa (Kepanjen) dan ditemani oleh 4 orang frater yang bertugas sebagai notulen, kami bekerja pagi-siang-malam untuk membuat notulensi yang langsung dicetak dan dibagikan pada peserta hari itu juga. Berhubung kami kewalahan, maka didatangkan 2 orang relawan dari PDPP keesokan harinya untuk membantu. Ber-8 kami tidak tidur untuk mengetik, mengedit, mencetak semua notulensi yang dihasilkan dari tiap sidang. Untunglah rasa capek itu terobati oleh suasana ceria dari kebersamaan kami dan didukung oleh fasilitas dari suster pengelola yang sangat memuaskan (trim’s ya suster Vero!), termasuk koneksi internet di kala kami capek ๐
Sidang demi sidang pun membuahkan bahasan-bahasan yang bertujuan menciptakan Perayaan Ekaristi yang baik dan benar. Topiknya memang cukup berat, mengingat para pakar yang yang hadir seperti Stefan Leks; Ernest Mariyanto; Rm. Martin Sardi, OFM; Rm. Piet Go, O.Carm; Rm. Antonius Soetanta, SJ; Rm. Prier, SJ; Rm. Martasudjita, Pr.; Rm. Bosco, O.Carm; serta Mgr. John Liku-Ada’ sebagai Ketua Komlit KWI dan masih banyak lagi pastor, suster, dan awam yang menjadi pemerhati liturgi. Hasil dari Pernas ini diharapkan mampu membenahi Tata Perayaan Ekaristi baik dari segi imam, petugas, dan umat.
Akhirnya pada malam terakhir digelar hiburan untuk menghilangkan kepenatan selama Pernas yang diisi oleh Paduan Suara Anak-Anak dari Paroki Salib Suci (Tropodo), Akustik dari Paroki Marinus Yohanes (Kenjeran), dan kesenian Kentrung dari Blitar Selatan. Kemudian pada hari Minggu, misa penutupan Pernas dipusatkan di Gereja St. Theresia Pandaan yang dipimpin oleh Mgr. John Liku-Ada’ dan dilanjutkan dengan bazar. Setelah itu, para peserta pun kembali ke Prigen untuk mendengarkan hasil Pernas dan siangnya para peserta diantar dengan bis kembali ke Surabaya untuk pulang ke tempat tujuan masing-masing.
Capek, kurang tidur, jenuh, itulah keluhan kami sepanjang Pernas. Namun semua itu tidaklah berarti dibandingkan apa yang kami dapat selama Pernas. Persahabatan, keceriaan, pengetahuan, itulah semua yang kami rasakan sebagai berkat tersendiri. Redaksi WPP mengcapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Sian Chen sebagai redaksi KOKI yang telah bersedia menemani, serta untuk Denny dan Imelda yang bersedia ‘diculik’, serta tak lupa pula untuk para frater (Fr. Paryono, O.Carm; Fr. Wahyu, O.Carm; Fr. Yoseph, O.Carm; dan Fr. Ferry, OFM) yang telah banyak membantu dan menceriakan suasana ruang sekretariat Pernas Liturgi. Specially untuk Sr. Vero, KYM dan si kecil Joshua (dengan ‘klintingan’ kecilnya), serta Sr. Sisilia, KYM untuk makanannya. Tak lupa untuk Rm. Agus, CM yang telah mempercayakan tugas ini pada kami di PDPP. Semoga dengan Pernas Liturgi 2001 dapat semakin menyemarakkan Perayaan Ekaristi yang baik dan benar, terutama untuk kaum muda Gereja.
JN. Rony
20010717
Tumpang, 7-13 Juli 2001 – Kembali pada tahun ini digelar Camping Rohani untuk para siswa kelas 3 SMP sampai 3 SMU. Acara yang rutin diadakan dari tahun ke tahun ini tetap saja memperoleh antusias yang besar dari seluruh penjuru kota. Hal ini terbukti dengan dibanjirinya Pertapaan Karmel dengan lebih dari 1250 orang peserta! Namun hal ini telah diantisipasi oleh para suster di Pertapaan Karmel dengan telah menambah kapasitas ruang tidur dan tenda, serta ruang makan. Selama kurang lebih seminggu, para peserta akan diberi pengajaran di tengah suasana pegunungan yang dingin-dingin-sejuk.
Sesuai dengan tema Camping Rohani tahun ini, yaitu “Memasuki Millennium III bersama Bunda Maria”, maka topik-topik pengajaran yang diberikan tentulah seputar peranan Bunda Maria dalam Gereja dalam kaitannya dengan devosi para karmelit kepada Bunda Maria dari Gunung Karmel yang dikenal dengan Skapulir Coklatnya. Hal ini dikarenakan tahun 2001 ini adalah peringatan 750 tahun skapulir coklat, skapulir yang dipakai oleh para karmelit, maka sebagai kenang-kenangan, para peserta masing-masing diberi skapulir coklat. Selain pengajaran-pengajaran, para peserta juga diajak untuk berdoa Yesus, mengenal karunia-karunia Roh Kudus, dan adorasi (penyembahan kepada Sakramen Mahakudus). Selain itu juga ada sesi tanya jawab dan pengarahan tentang seks dan narkoba, serta beberapa acara permainan untuk rekreasi.
Seperti halnya para peserta, para panita pun berasal dari berbagai kota, seperti Surabaya, Malang, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, dan beberapa kota lainnya. Bahkan tahun ini yang cukup menggembirakan, ada serombongan bis peserta dari Palangkaraya yang rela menempuh perjalanan 3 hari lamanya dengan berganti-ganti angkutan untuk mengikuti acara Camping Rohani ini. Selama seminggu, suasana Pertapaan Karmel yang biasanya hening menjadi ramai dan penuh dengan manusia dengan berbagai karakternya. Mengingat jumlah peserta yang sedemikian banyak, hampir saja para panitia dan para suster serta frater menjadi kewalahan menghadapi para peserta. Hanya saja rasa lelah itu terhibur oleh karya-karya Roh Kudus yang bekerja. Cukup banyak para peserta yang dijamah secara khusus oleh Roh Kudus, baik berupa karunia ataupun panggila n untuk hidup selibat.
Tak terasa seminggu pun berlalu dan acara Camping Rohani diakhiri dengan menggelar misa sore di Gua Maria, pentas drama yang cukup memukau (walau waktu persiapannya yang begitu singkat) dan api unggun serta berbagai macam kembang api yang menghiasi langit malam Pertapaan Karmel dengan sangat indah. Lewat api unggun ini pula dijadikan simbol “pembakaran” dosa-dosa dari para peserta yang ditandai dengan ikut dibakarnya sebuah hati besar bermahkotakan duri yang telah diisi dengan dosa-dosa yang telah ditulis pada secarik kertas. Malam itu adalah malam terakhir, malam dimana para peserta diutus untuk melebarkan Kerajaan Allah. Dan keesokan harinya, Camping Rohani pun ditutup dengan perayaan ekaristi yang dipimpin langsung oleh Bapak Uskup Malang, Mgr. Herman Yosef dan ditutup secara simbolis dengan memukul gong dan pelepasan balon-balon.
Usai sudah Camping Rohani Siswa. Tapi apakah usai sampai di situ? Tidak! Acara Camping hanyalah sebagian kecil dari tugas perutusan. Diharapkan setalah camping kita dapat semakin melayani sesama dengan kasih. Capek, itu menghinggapi semua panitia dan para suster dan frater, namun rasa bahagia dan ceria telah menutupi semua itu. Proficiat untuk para panitia! Proficiat pula untuk para suster Putri Karmel! Terlebih lagi, Proficiat untuk semua peserta! Selamat bekerja di ladang Tuhan!
JN. Rony
20010717