Udik, itulah gambaran diriku akan ibukota Jakarta. Setengah berkelakar aku membayangkan akan terbengong-bengong melongo sambil melihat alam “tinggi” Jakarta. Impian yang sekian lama terpendam akhirnya lunas sudah dengan keberangkatanku ke sana. Setelah merasakan 15,5 jam perjalanan dengan Argo Anggrek (yang super telat!) aku sampai di Jakarta dengan badan kecapaian dan kehausan yang amat sangat. Setelah mandi di kost teman, aku dibarengi dengan beberapa teman mulai menyusuri kota Jakarta. Tinggi, megah, mewah, eksklusif, mempesona, … ekspresi itulah yang keluar dariku melihat suasana Jakarta yang memang belum pernah kulihat. Jembatan Semanggi yang sensasional, Bundaran HI yang mempesona, gedung-gedung perkantoran yang megah, jalan-jalan tol yang super panjang dan banyak sampai rumah-rumah kedutaan yang cantik kulihat…
Ancol, tujuan pertamaku. Di sana aku menyaksikan Sea World yang memang mempesona banyak orang, sekalipun itu orang Jakarta asli. Setelah itu, malam harinya kami habiskan di Mal Taman Anggrek yang spektakuler. Sungguh menakjubkan bagi orang Surabaya seperti aku π Hari pertamaku di Jakarta memang tak banyak yang dilakukan, mengingat keterlambatan keretaku dan itu hari pantang-puasa, jadi kami benar-benar “agak” kewalahan mencari makanan yang tidak berdaging, apalagi di dalam lingkungan Mal π Malamnya, kami pulang. Kebetulan tempat tinggalku selama di Jakarat “agak” jauh dari kota, di kawasan Bintaro Jaya, sekitar 1 jam lebih dari kota.
Hari kedua, kami kembali ke Ancol dan setalah berfoto-foto di pantai, diteruskan ke Dufan sampai sore. Bertiga (aku, cece & husband) kami berusaha untuk masuk ke setiap permainan di sana, dan akhirnya hanya beberapa permainan yang tidak kami ikuti karena di samping ada yang renovasi, rusak, juga merupakan permainan anak-anak kecil saja. Pagi sampai petang berjalan di sana cukup melelahkan. Hujan sempat turun beberapa kali dan sempat membuat aku khawatir, tapi dengan yakin aku bilang, “Ndak hujan kok, khan aku lagi di Jakarta” π Ya… sebuah cara meyakinkan diri dan memang mulut punya kuasa π Acara bermain kami habiskan di Arena Arung Jeram yang membuat kami semua basah kuyub. Sehabis ganti pakaian, kami pulang menjemput “guide” kami yang hapal betul liku-liku Jakarta π Setelah makan malam di Blok S (wow! rame sekali untuk ukuran warung) kami berempat ke Bale Air, melihat salah satu suasana “dugem”-nya Jakarta. Setelah itu dilanjutkan dengan “dugel” (dunia gelap) Jakarta di seputaran Taman Lawang. Wow! Kuakui… kawasan ini benar-benar menakutkan untuk siapa saja. Memang dari segi kuantitas, hampir sama dengan Irian Barat-nya Surabaya, tapi… dari segi “kualitas”, penghuni di sana lebih berani menjajakan dagangannya. π Setelah 1 putaran, kami pulang, sebab besoknya harus ke Gereja.
Hari ketiga, kemacetan Jakarta masih belum kurasakan. Bertiga kami ke Gereja Katedral sambil menyempatkan diri melongok masjid Istiqlal Jakarta (soalnya parkir di sana :), besar memang… hanya aku kurang tahu besar mana sama Masjid Agung Surabaya. Interior Katedral Jakarta yang menurutku sangat memukau membuatku terharu sepanjang mengikuti misa (walau jujur aku juga masih ngantuk :). Sehabis misa, aku sebelumnya sudah berjanji untuk jumpa darat dengan 3 orang “makhluk” yang selama ini kontak denganku via email. Setelah tunggu-menunggu, kami pun bertemu dan rombongan berpisah. Cece-ku jalan sendiri dan aku ikut 3 orang yang baru saja kulihat wajahnya setelah sekian lama ber-email ria (untung tidak diculik :). Sehabis makan bersama dengan Gajah Mada, kami mampir sebentar melihat kantornya Shekinah, lalu lanjut ke kediaman seorang romo Yesuit yang juga selama ini hanya kukenal lewat email π Setelah berbasa-basi di sana, kami sepakat berkumpul di Plasa Senayan, satu tempat lagi cukup membuatku terpesona. Di sana akhirnya aku berkumpul lagi dengan rombonganku dan aku berpisah dengan ketiga “makhluk” tersebut (dan aku diberi kenang-kenangan sebuah kaos π Setelah istirahat dan ngobrol sejenak di kost temanku, kami bertiga segera pulang setelah mencicipi seafood ala Jakarta (beda banget lho! walaupun yang jual orang Lamongan :), karena besoknya mereka harus masuk kerja.
Hari keempat, aku harus bangun lebih pagi dari biasanya sebab harus sudah berangkat ke kota jam 6 pagi. Dan… yang namanya macet benar-benar kualami… 1 jam perjalanan lebih kami tempuh sampai di kota dengan suasana ramainya itu. Setelah sampai di kantor, aku mencoba untuk jalan sendiri sembari menunggu sampai jam kantor selesai. Waktu itu sudah direncanakan aku ke Mangga 2 dan Glodok, sebab aku memang berniat mencari beberapa judul VCD. Dengan naik bis dan mikrolet sendirian… aku merasakan terik matahari Jakarta yang panas berdebu. Sampai di Mangga 2, ternyata masih terlalu pagi. Setelah menunggu kurang lebih 1,5 jam aku mulai masuk kompleks Mangga 2 yang tersohor itu. Dan memang aku sunggu terpana melihat pusat komputer yang sangat memanjakan pengunjungnya… Setelah makan siang, aku memutuskan untuk ke Glodok mencari beberapa VCD. Sesampai di sana, aku agak kebingungan mencari jalan Pinangsia yang kata temanku adalah lahannya VCD. Akhirnya kuputuskan untuk menyusuri sepanjang jalan depan pertokoan Glodok itu. Phew… benar kata teman-temanku… di sana buaanyaaakkk sekali VCD porno! Aku bahkan sempat beberapa kali ditarik kiri-kanan oleh para penjualnya yang super agresif itu. Aku jadi terheran-heran, apakah memang VCD porno sudah di-legal-kan di Jakarta? Sedangkan di Surabaya saja perdagangannya masih kucing-kucingan dengan polisi? Apalagi yang kulihat di sebelah Glodok persis ada pos polisi dan mereka diam saja… aneh tapi nyata! Setelah berjalan dari ujung ke ujung dan kembali, akhirnya aku menemukan tempat yang dimaksudkan… dan ternyata itulah “surga” bagi para pecinta VCD dan para pengecer untuk “kulakan”. Yang membuatku terkagum-kagum sekaligus terheran-heran campur miris di hati adalah begitu banyaknya VCD (99% bajakan π yang dijual di sana dengan berbagai judul mulai yang paling rohani sampai yang paling porno, dari lagu, film, sampai software, dsb. semuanya itu dicampur jadi satu… Jadi jangan heran kalau sampai ada VCD tentang Jesus “bertetangga” dengan VCD Call Girl, dll. Stand yang putar lagu Islami tapi juga memajang VCD porno… Mereka semua seakan sudah tidak risih dengan VCD model begituan. Ah, benar-benar sudah edan pikirku… Berhubung VCD yang kucari tidak ada, kuputuskan menghabiskan waktu yang tersisa dengan kembali ke Mangga 2.
Sore tiba, aku pun segera naik bis kembali ke kantor ceceku. Jalanan mulai macet, untung aku belum terjebak di dalamnya. Setelah kami makan bersama, aku diantar ke stasiun Gambir oleh mereka. Jam 8 keretaku datang dan aku harus meninggalkan kota besar yang hanya kulalui selama 4 hari saja. Aku berpikir, apakah aku akan kembali ke sana lagi? Aku sungguh takut menghadapi kota keras ini… sudah banyak cerita akan teman-teman yang pindah ke Jakarta dan berubah 180 derajat. Memang Jakarta banyak menjanjikan kesuksesan bagi setiap orang, tapi bagiku Jakarta juga menawarkan lebih banyak godaan bagi setiap orang yang tidak siap imannya. Hingar bingar dunia malam yang kulihat belumlah seberapa… tapi dari sana aku sudah bisa melihat akibat bila kita terbuai di dalamnya.
Kutinggalkan Jakarta dalam keramaian laju kereta. Kutinggalkan kota yang bising dan mahal ini… Akankah ku kembali? Ah, aku tak tahu… biarlah aku tetap udik tapi bisa makan kenyang dengan 5 ribu perak π
Special thank’s to my cece & koko, my best guide, my informant, and trio kwek-kwek π
JN. Rony
20020226