Tak terasa 2 hari lagi kita akan memasuki Pekan Suci yang diawali dengan sorak-sorai dan lambaian daun palma menyambut kedatangan Yesus ke kota Yerusalem. Kemeriahan semu yang dilanjutkan dengan penyiksaan dan penyaliban Yesus yang sama dengan Yesus yang disambut dan dielu-elukan sebelumnya. Namun kesedihan pun berganti kemeriahan kembali saat Yesus menunjukkan KuasaNya mengalahkan maut dan bangkit dari kuburNya.
Paskah, dalam ajaran Gereja Katolik sering diartikan sebagai saat-saat dimana kita sebagai umat Katolik diajak untuk merenungkan perjalanan Yesus menuju ke Golgota. Dalam Jalan Salib Yesus itu, kita pun diajak untuk turut berpantang dan berpuasa agar turut merasakan kesengsaraanNya. Lewat puasa dan pantang itu pula, kita diharapkan mampu menahan hawa nafsu dan dengan bermati-raga itulah kita diajak mengikuti teladan Yesus yang juga bermati-raga selama 40 hari di padang gurun.
Dalam Paskah kali ini, aku bersyukur bahwa sekali lagi diberikan kesempatan untuk bisa merasakan perayaan Paskah, perayaan dimana aku 11 tahun lalu dilahirkan kembali lewat pembaptisan. Lewat Paskah kali ini, aku mencoba melihat kembali perjalananku mengikuti jejak Kristus. Aku menyadari bahwa jalanku begitu berliku, jatuh dan bangun, serta seringkali kehilangan arah. Namun dari 11 tahun perjalanan itu aku menyadari begitu besar kasih dan berkat yang telah kuterima. Bersyukur akan nafas yang boleh senantiasa kurasakan adalah sebuah pelajaran selalu kuingat. Walaupun seringkali aku tetap mengeluh, aku menyadari bahwa aku senantiasa berproses menjadi lebih baik.
Kini dalam perayaan Paskah tahun ini, aku sungguh berharap dapat ikut mati bersama Kristus yang kemudian bangkit di dalam kemuliaanNya. Lewat Paskah kali ini, aku mencoba menyelami arti penderitaan bermati-raga sebagai bentuk cinta yang Tuhan berikan melalui banyak hal. Dalam misa minggu kemarin, si pastor menutup kotbahnya dengan pesan: “don’t you ever said: my life is shit; because… God makes flower from shit.” Sebuah pesan yang sangat patut untuk direnungkan dalam menyambut Paskah.
Dalam keheningan kasihNya…
JN. Rony
20070330
yang ingin mencintai dan dicintai…
Malam makin larut dan hari pun berganti. Tak terasa 4 tahun sudah aku bekerja di perusahaan ini. Waktu yang mungkin masih singkat dibandingkan dengan beberapa teman sekerjaku, namun untukku ini adalah sebuah berkat dan anugerah yang boleh kunikmati dalam hidupku.
Aku ingat, saat pertama aku bekerja di kantor ini, bisa dibilang aku memulai sebuah kehidupan yang baru, yang sama sekali jauh dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan lamaku. Ditambah lagi saat itu banyak sekali yang meragukan aku bisa bertahan lebih dari 3 bulan. Hari pertama aku menginjakkan kakiku ke kantor, benar-benar canggung karena harus duduk menghadapi layar monitor yang menampilkan angka-angka yang tak kupahami. Selain itu, aku bertugas mencari nasabah dan menjual produk yang sama sekali baru bagiku. Aku belajar banyak hal di sini, bahkan lebih dari yang pernah kubayangkan sebelumnya. Di sinilah aku merasakan betapa besar berkat dan rahmat yang kuterima lewat banyak peristiwa dan orang-orang di sekitarku.
Hampir genap setahun aku bekerja, kantorku pindah ke gedung perkantoran yang cukup menterang, dari sebelumnya di sebuah ruangan ex gudang di tempat yang tidak menarik minat orang untuk berkunjung. Saat itu adalah momen yang membahagiakan bagi kami sekantor. Namun tak lama kemudian, aku pun diberi tanggung jawab untuk membuka cabang di kota yang kutinggali hingga hari ini, kota Denpasar, lagi-lagi tempat yang tak pernah sekalipun terbayang bahwa aku akan tinggal dan bekerja di sana. Inilah yang kusebut sebagai sebuah berkat dan misteri dari Sang Penciptaku.
Lewat segala peristiwa yang kualami sepanjang karirku di perusahaan ini, lewat suka dan duka yang kualami, aku menyadari bahwa Tuhan tak pernah meninggalkanku, walaupun aku kerap merasa ditinggalkanNya. Aku yang sekarang ini adalah aku yang ditempa senantiasa agar dapat menjadi makhluk yang makin sempurna dari hari ke hari.
Hari ini, dalam peringatan 4 tahun aku bekerja di perusahaan ini, aku bersyukur pada Tuhan atas segala nikmat dan pengalaman yang boleh kualami, terlebih atas orang-orang di sekitarku yang banyak sekali membantu dan mendukungku hingga aku bisa seperti sekarang ini. Aku sadar, tanpa mereka semua, aku hanyalah aku yang tak berarti apa-apa. Thanks to all my friends and my bosses at the office, specially to all my clients for the wonderful 4 years.
Biarlah segala yang terjadi padaku hanyalah demi Kemuliaan Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin!
JN. Rony
20070315
terima kasih Tuhan, untuk kasih setiaMu…
Bikin hidup lebih hidup, boleh jadi berawal dari sebuah iklan rokok yang kemudian banyak dipakai dalam omongan sehari-hari, tapi itulah yang sedang kulakukan saat ini. Ada diskusi kecil yang sedang hangat-hangatnya kuperbincangkan dengan seorang teman mayaku, yaitu tentang perilaku yang belakangan berkembang di sebuah milis yang kami ikuti. Sebulan terakhir memang muncul wabah gadget lama tapi baru (di Indonesia) yang dijuluki “Beri Hitam” alias BlackBerry. Saat gadget ini disupport oleh salah satu operator untuk pelanggan personal dan dengan harga yang terjangkau, wabah beri hitam ini layaknya penyakit flu burung yang begitu cepat menulari para gadget-mania untuk segera beralih ke gadget yang kabarnya paling laris di Amerika dan Canada ini. Dalam masa transisi itulah terjadi perubahan pola hidup dan gaya bermilis. Beberapa pengguna beri hitam menjadi lebih cepat merespon email-email di milis dan mau tak mau membuat traffic milis meningkat, padahal sebelumnya saja traffic email sudah lumayan tinggi.
Ada celetukan dari salah seorang pengguna beri hitam bahwa dengan menggunakan beri hitam itu membuat hidup lebih manusiawi. Kok bisa? Karena dengan bantuan perangkat canggih satu ini, mereka bisa meninggalkan kantor namun tetap bekerja tanpa perlu lagi tergantung pada laptop untuk cek email dsb. Well, apakah benar demikian? Aku sendiri berpendapat bahwa wabah beri hitam ini tergolong temporer, mengingat kejenuhan pengguna dengan gadget yang saat ini tersedia di pasaran sehingga masih asyik-asyiknya bermain dengan perangkat dan teknologi yang berbeda sama sekali dengan yang selama ini mereka pakai. Namun pada akhirnya seleksi alam pun akan berjalan dan saat itulah hanya pengguna yang benar-benar butuh beri hitam untuk pekerjaannya-lah yang akan bertahan, sedangkan yang saat ini menggunakannya hanya sebagai kesenangan pada akhirnya akan bosan juga. Dalam perkembangannya, perasaan senang dan bangga menggunakan gadget yang sedang tren saat ini pun mau tak mau membuat perilaku beberapa orang berubah, di antaranya menjadi lebih tergantung pada si beri hitam. Terlihat jelas bahwa hampir setiap saat beberapa orang yang menggunakan beri hitem memantau milis dan membalas setiap email-email yang ada, entah penting atau tidak. Dalam kesempatan bertemu dengan beberapa teman milis yang pengguna beri hitam, aku pun melihat bahwa ketergantungan terhadap perangkat tersebut cukup kuat, bahkan di saat-saat santai pun pandangan mereka tak bisa lepas dari perangkat tersebut.
Sekitar pertengahan tahun lalu, aku sempat melontarkan kalimat ini: “untuk jalan-jalan dan makan-makan, ga perlu milis” berkaitan dengan diusirnya aku dari sebuah milis pelesir hanya karena masalah sepele. Kalimat itu tetap kupegang teguh sampai sekarang, karena toh tanpa milis itu aku tetap bisa jalan-jalan dan makan-makan dengan enak kok, karena intinya ada pada relasi dan keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru. Mengacu pada kasus beri hitam, aku pun berpikir apakah benar pada akhirnya teknologi itu lebih memanusiakan hidup kita? Mungkin… dengan adanya teknologi, aku sendiri cukup banyak terbantu lewat HP, Laptop, PDA, dan lainnya. Namun, dengan pengalamanku melihat perubahan pada beberapa orang yang dulu kukenal baik menjadi berubah akibat teknologi, tentunya aku jadi berpikir apakah ini yang dinamakan dengan manusia yang diperbudak oleh teknologi? Aku jadi teringat pada beberapa film kuno sci-fi yang menceritakan manusia yang dijajah oleh mesin/robot.
Kembali ke laptop, begitu kata Tukul… pada akhirnya istilah membuat hidup lebih hidup tentu perlu dikaji ulang. Bagiku, untuk membuat hidup lebih hidup itu bisa diperoleh jika kita sendiri bisa hidup tanpa sebuah ketergantungan pada hal duniawi. Aku ingat betapa dulu aku tergantung pada benda yang namanya HP. Setiap saat HP harus selalu berada di dekatku dan harus selalu menyala, walaupun kenyataannya tidak ada yang menelepon aku. Pengalaman HP rusak dan tidak punya uang yang cukup untuk beli HP baru memberiku pelajaran berharga tentang bagaimana mengatur hidup dan tidak tergantung pada benda mati. Berinteraksi dengan orang lain pun memberiku pelajaran untuk menjadi lebih hidup, dibandingkan terus menerus melihat layar PDA Phone-ku di saat berkumpul bersama teman dan membuatku seperti orang autis yang memiliki dunia tersendiri. Well… seharusnya teknologi dibuat untuk makin mempermudah manusia, bukan untuk mempersulit atau memperbudak. Pilihannya tinggal pada kita selaku pengguna.
Untuk hidup lebih manusiawi hanya perlu hidup sebagai manusia!
JN. Rony
20070304