Menjadi orang menyebalkan telah menjadi 1/2 perjalanan hidupku. Buat sebagian orang yang begitu mengenalku, memberi predikat “tukang komplain” padaku. Well, itulah salah satu sisi menyebalkan dari diriku, suka komplain… terutama pada sesuatu yang menurutku kurang benar, kurang sempurna, kurang bagus, dan sebagainya yang menurut ukuranku kurang ideal. Sepanjang hidupku, entah apa yang belum pernah kulawan… mulai hansip di kampung, hingga birokrasi beberapa bank pun kulawan. Sebagian bisa kumenangkan, sebagian lagi aku harus mengalah… semuanya menguras tenaga, bahkan ada beberapa yang menguras uang π Aku memang cukup gila dalam hal komplain, jika sudah niat… berbagai cara akan kutempuh hingga permasalahanku bisa menang. Entah, aku sendiri heran dengan tabiatku yang satu ini, mungkin sifat turunan dari keluargaku yang cukup keras dan sangat menjunjung tinggi hak dan kewajiban. Kewajiban harus dilakukan dan hak harus dituntut… begitulah caraku hidup.
Minggu lalu aku memecat 2 orang. Yang pertama adalah salah satu karyawanku, dan yang satunya adalah seorang kurir. Karyawan yang kuberhentikan itu karena memang tidak sesuai harapanku dan aku merasa sudah cukup memberinya waktu; sedangkan kurir yang diberhentikan itu hasil aku melabrak sebuah bank ternama di negeri ini. Kasusnya adalah karena ada 2 bulan tagihan kartu kreditku yang tak pernah tiba di kantorku dan pihak bank selalu menjawab sudah dikirim. Aku sudah cukup bersabar sejak pertengahan Desember lalu memberi mereka kesempatan untuk melacak kiriman tagihan tersebut. Bagiku, lembar tagihan itu adalah hak yang harus kutuntut, mengingat bank pun selalu menuntut aku membayar tepat waktu. Mengingat sang kurir sering berbohong bahwa tagihan sudah terkirim, maka kasus kuangkat hingga terjadi cukup kehebohan di kantor bank tersebut. Akhirnya dengan deadline keras dariku, barulah terungkap bahwa surat memang tak pernah dikirim oleh sang kurir dan berita yang kudengar sang kurir akhirnya diberhentikan. Kejam? Mungkin… namun daripada mempertahankan seseorang yang tidak produktif, lebih baik menggantinya dengan orang lain yang niat kerja, masih banyak pengangguran mencari kerja di luar sana; begitu kataku pada si bos kurir yang kudamprat tempo hari.
Hari ini adalah permulaan masa Pra Paskah, masa dimana Gereja mengajak kita merenungkan penderitaan Yesus menuju kematian-Nya di kayu salib. Seperti tahun-tahun yang lalu, aku pun memasuki Pra Paskah ini dengan pantang dan puasa dengan “gayaku”. Puasa dan pantang makan/minum buatku mungkin bukanlah hal yang sulit, mengingat aku sudah cukup keras menempa diriku sejak 10 tahun yang lalu; ditambah lagi ini adalah tahun ke-3 aku menambah menu vegetarian ke dalam program pantanganku. Namun yang terutama adalah proses dimana aku harus belajar lebih mengendalikan emosi dan kebiasaan buruk seperti suka komplain. Tujuannya tak lain adalah menahan agar aku tidak sampai stroke akibat darah tinggi di kemudian hari π
Malam makin larut, ini adalah malam Imlek namun aku masih berdiam seorang diri dalam kesunyian kantorku. Sejenak kumelihat cerminan diriku pada kaca di depan mejaku dan masih terlihat jelas tanda abu yang ada di dahiku. Abu itu menjadi tanda dimulainya masa pertobatan dan perubahan diri menjadi lebih baik. Mungkin mustahil menghilangkan sifat menyebalkan dalam diriku, namun setidaknya aku akan terus belajar mengurangi sisi negatifku itu.
Selamat malam Indonesia, Gong Xi Fat Coi… Selamat berpantang dan berpuasa!
JN. Rony
20080206