Dalam perjalanan ke lapangan badminton kemarin, BlackTie-ku mengeluarkan bunyi ringtone “Whaaddaaaap!”. Ouw, tanda SMS dari teman, pikirku. Well, ternyata one of my ganks who called “piglet” mengirimkan kabar gembira kalau anaknya sudah lahir. Glory to the Lord! Akhirnya anak yang ditunggu-tunggu hadir juga dengan selamat. Congrats to piglet & hubby, semoga kalian bisa membina keluarga yang shakinah… ceileee… :p
One of my friends, wrote: “the most amazing job on earth : being a mom :)” about her occupation in her Friendster profile. Memang, sejak menikah dan saat ini dia sudah punya 2 anak yang lucu-lucu; temanku ini hampir tak pernah lagi banyak berkeliaran di jalanan, lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan kurasa hiburannya adalah komputer. Main game dijadikan sebagai hobi dan nge-net dijadikan sebagai sarana agar tetap kontak dengan dunia luar… hmmm… you really great mom, Clod! even you still doing wrong… hehehe :p
Ada pula temanku di PD dulu yang walau sudah punya 2 anak, namun keduanya masih tetap aktif kerja. Memang untuk mengurus anak, mereka menggunakan suster dan dibantu oleh orang tua mereka, namun sebagai orang tua, temanku itu tetap berusaha menanamkan ajaran-ajaran baik pada anaknya. As a mom, temanku ini cukup tegas pada anaknya, tanpa mengurangi rasa sayangnya. Setiap kali aku berkunjung, gemas rasanya melihat anaknya yang bisa ingat padaku; padahal kami jarang bertemu. Kadang jika bepergian bersama, anaknya kugendong… ga peduli temanku bilang nanti “pasaranku turun”. Hahaha… abis lucu banget, cukup nurut lagi tuh π
Dari sekian banyak teman-teman atau orang yang kukenal yang sudah berkeluarga, memang tidak semuanya bisa “beruntung” memiliki keluarga yang berbahagia, memiliki anak yang lucu dan berbakti pada orang tuanya. Pun tidak semua orang tua bisa mendidik anaknya dengan baik dan penuh kasih sayang. Ada orang tua yang kewalahan dengan kelakuan anaknya yang tidak bisa diatur, ada pula yang mendidik dengan cara yang sangat keras. Dalam cerita kehidupan yang lain, ada pula keluarga yang tidak bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka, sehingga akhirnya anak harus tumbuh dengan ayah atau ibu saja. Yang sangat disesalkan adalah orang tua yang tidak menginginkan anak dalam kehidupan mereka, kemudian membuang anak mereka atau lebih kejam lagi melakukan aborsi.
Aku adalah salah satu contoh produk anak yang dididik dengan cara yang keras sejak kecil. Tak terhitung lagi berapa kali badanku menerima pukulan-pukulan sejak aku kecil, bahkan sebelum aku duduk di bangku sekolah, aku tak ingat lagi kapan. Seingatku, sabuk adalah alat siksa pertama yang kurasakan, dilanjutkan dengan rotan dari kemoceng (sulak) yang sudah dibersihkan bulu-bulu ayamnya. Yang paling kutakuti adalah saat aku beranjak besar dan duduk di bangku SD, my dad menggunakan salah satu spare part mesin yang terbuat dari plastik padat untuk memukulku jika aku berbuat salah. Aku ingat betul, saat sekolah dulu, badanku sering penuh dengan bekas pukulan rotan yang meninggalkan luka-luka berupa 2 garis sejajar yang berwarna merah-biru lebam, kadang sampai berdarah. Untuk mengatasi rasa maluku, aku menempelnya dengan plester seolah baru jatuh. Masa-masa keras itu kulalui hingga SMA dan sempat meninggalkan luka mendalam di diriku. Namun, mungkin dasarnya aku orangnya juga bandel, aku malah menjadi lebih “kreatif” dalam menghindari hukuman-hukuman keras itu, walaupun kadang berakibat fatal jika ketahuan. Pernah aku harus makan sayuran yang ketahuan kubuang ke sampah karena tidak kusukai… hehehe… π
Tidak mudah untuk bisa memaafkan. Kata suster di Pertapaan Karmel saat dulu aku sering berkonsultasi dan aktif di PD, aku mengalami luka batin yang dalam. Dengan bantuan beberapa suster, romo dan seniorku, aku berusaha mengangkat beban-beban itu. Butuh waktu cukup lama untuk bisa memaafkan kedua orang tuaku. Lewat banyak peristiwa dan pengalaman hidup, perlahan aku berusaha untuk menerima dan memaafkan. Seiring bertambahnya umur, aku pun menyadari bahwa itulah “cara” orang tuaku menyayangi kedua anaknya. Sebagai keluarga yang harus bertahan tanpa sanak saudara, kami diajar untuk bisa bertahan tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Aku menyadari bahwa aku bisa menjadi seperti sekarang, sedikit banyak karena didikan keras dari keluarga. Walau masa kecilku bukanlah masa yang menggembirakan, namun aku cukup berterima kasih dan bangga punya orang tua yang lain daripada yang lain, keras dan berprinsip.
Hmmm… being parent tidaklah mudah, terlebih di jaman sekarang ini. Kulihat dan kurasakan anak-anak saat ini teramat sangat manja oleh karena keadaan. Dunia saat ini sudah sangat maju dan canggih, tidak lagi seperti jamanku kecil. Sebagai orang tua tentu kuyakin akan sangat dilema, menuruti anak bisa berakibat anak menjadi manja dan tidak bisa mandiri; namun bersikap keras pun salah karena kuyakin tidak semua anak bisa bertahan bila dididik dengan cara yang keras. Itulah yang membuatku salut pada beberapa temanku yang kebetulan satu per satu mulai menjadi mom or dad dari anak mereka yang lucu-lucu, dan mendidik anak-anak mereka dengan cinta namun tegas. Menanamkan pengertian akan baik dan buruk tanpa kekerasan pada anak, memerlukan perjuangan yang sangat berat dari kedua orang tua. Mungkin dulu aku sendiri ga pernah menyadari how amazing being a mom. Namun, seiring dengan waktu (maksudnya tambah tua ^_^ ) aku mulai menyadari being a mom is a most incredible job in this earth.
Be great mom and dad, everyone!
JN. Rony
20080427