04 Nov 2005 @ 11:46 AM 

Sebulan sudah Bom Bali 2 meledak dan mencengangkan kembali seisi Bali dan dunia… Kali ini aku mencoba untuk membagikan suasana dari Bali pasca ledakan Bom Bali 2.

Beberapa hari setelah bom medelak, aku menyempatkan diri untuk berputar di area Kuta Square… suasana sangat suram dan bagai kota mati. Memang sepintas masih melihat turis-turis baik lokal maupun manca negara… namun kesepian yang terasa berbeda dengan hari sebelumnya. Apakah Bali akan mati lagi? Sungguh, inilah pertanyaan dan kekhawatiran yang kerap diperbincangkan di masyarakat Bali.

Menjelang libur lebaran, aku kembali menyempatkan diri untuk mengunjungi daerah Kuta. Sepi. Itulah yang masih kurasakan. Discovery Shopping Mall yang biasanya ramai pengunjung di hari Sabtu… kudapati lengang dengan parkiran yang seluas-luasnya. “Ini paragh!”, kukatakan dalam hati… Setelah itu, kembali aku mengunjungi lokasi bom di Kuta Square, masih sepi… toko-toko di area tersebut memang sudah buka… R.AJA’s sudah mulai direnovasi… namun dari jumlah kendaraan yang diparkir di pinggir jalan… sangat kontras sekali dengan situasi bulan sebelumnya. Pengunjung yang berjalan kaki pun jumlahnya menurun drastis. Padahal, Kuta Square selama ini selalu padat oleh pengunjung.

Setelah Kuta, kubawa mobilku menuju daerah-daerah yang bertetanggaan dengan pantai Kuta, yaitu Padma, Double Six, Dyana Pura, dan Oberoi. Dari pengalamanku menjelajahi daerah-daerah tersebut… kali ini nuansa sepi pun masih terlihat. Memang di Dyana Pura dan Oberoi, cafe-cafe masih dipadati oleh turis asing… namun frekuensinya terlihat menurun… Dalam hati kujadi makin berpikir, bila begini terus… kapan Bali bisa bangkit kembali?

Beberapa hari lalu aku mendapatkan kabar dari seorang pemilik cafe di pantai Muaya, Jimbaran; yang bertetanggaan dengan cafe Menega yang terkena bom; bahwa lokasi di Muaya akan mulai dibuka kembali tanggal 5 November esok. Setelah sebulan mereka melakukan renovasi, upacara penyucian, dsb… maka kita saatnya mereka berharap untuk bangkit. Lewat telepon, mereka menitipkan pesan agar bila ada tamu, bisa diajak ke sana. Memang, semenjak bom meledak, pantai ini jadi dihindari pengunjung.

Well… benarkah Bali sudah tidak aman lagi? Mungkin saja… namun indikator keamanan itu tentunya tergantung pada kita pula. Di koran yang kubaca dituliskan bahwa tujuan dari teroris adalah untuk menciptakan ketakutan. Nah, apabila kita menjadi takut, itu artinya tujuan dari teroris sudah tercapai. Bali masih indah untuk dikunjungi dan masih banyak tempat yang bisa dijelajahi… jadi kenapa harus takut untuk ke Bali? Beberapa waktu lalu 2 maskapai penerbangan memberikan jatah 5 ribu seat untuk penerbangan ke Bali gratis… toh nyatanya bisa ludes dalam hitungan hari atau bahkan jam. Apakah itu artinya masyarakat kita jadi tidak takut mati bila dapat tiket gratis/murah; namun jadi takut bila harus mengeluarkan uang? Semoga tidak demikian!

From Bali with love, peace and wave…

JN. Rony
20051104

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo

 

Mudik

 
 01 Nov 2005 @ 11:44 AM 

Mudik, itulah yang saat ini kurasakan… Mengingat libur panjang lebaran, maka aku pun mudik. Tahun lalu, aku menghabiskan libur lebaran di Bali dan merasakan betapa penuh sesaknya jalanan di Denpasar, Kuta dan sekitarnya. Tahun ini aku ingin pulang dan beristirahat, maka kuputuskan untuk pulang ke Surabaya. Berhubung tiket pesawat mahal, maka aku pun pakai jalur darat… menyetir sekaligus menikmati perjalanan panjang Denpasar – Surabaya.

Selasa malam aku berangkat dari Denpasar menuju ke Surabaya, ditemani oleh seorang karyawan dari perusahaan yang satu grup, aku optimis perjalanan lancar. Aku begitu yakin karena selama 3 hari berturut-turut sebelumnya, aku terus memantau situasi jalur di radio dan televisi, dan diberitakan bahwa arus Bali – Jawa lancar. Pukul 11 malam aku memasuki pelabuhan Gilimanuk dan betapa kagetnya aku ketika disambut oleh antrian sangat panjang. Oh boy… ternyata pelabuhan Gilimanuk padat sekali!

Entah berapa ratus bis dan mobil antri di sana… belum lagi berapa ribu motor dan manusia menjejali pelabuhan di ujung barat Bali ini. Yang bikin bete adalah kesadaran orang-orang untuk antri sama sekali tidak ada… semua berebut untuk menyerobot πŸ™

Akhirnya setelah berjuang dan menunggu selama 2 jam, mobil yang kubawa bisa masuk ke dalam salah satu kapal. Phew… hampir saja aku frustrasi melihat kapal hampir penuh. Begitu parkir selesai… kendala yang kuhadapi adalah mencari jalan menuju ke toilet yang tertutupi oleh bis… duh… benar-benar perjuangan, sebab di dalam kapal, ruangan yang tersedia untuk bergerak sangatlah sempit dan harus mengambil jalan memutar untuk mencapai tujuan.

Angin bertiup kencang, kapal sudah mulai bergerak menuju ke pulau Jawa. Oh… inikah rasanya mudik? Berdesak-desakan dan berebutan… benar-benar menguras tenaga dan otak. Aku berharap bisa segera sampai ke tempat tujuan dan menghabiskan liburanku dengan beristirahat setelah sekian lama terbebani oleh pekerjaan.

Selamat menikmati libur lebaran… I am sorry body & soul to all of you…

-jnr-
20051101

powered by gprs xl sebuebas-buebasnya di tengah selat bali…

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo

 02 Oct 2005 @ 11:39 AM 

Sabtu petang sekitar pukul 19.00 WIB seusai makan malam bersama dengan seluruh pimpinan kantor di kawasan Pluit, dalam perjalanan pulang ke kantor di Thamrin, saya mendapatkan telpon dari pimpinan saya yang mendapatkan info perihal Jimbaran di-bom dan minta saya untuk memastikan berita tersebut. Saat itu juga saya menghubungi rekan-rekan di Bali untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Tak lama, saya mendapatkan berita yang cukup menyedihkan, yaitu Jimbaran dan Kuta Square di-bom πŸ™ Berita terus berkembang dan semuanya itu bisa kita lihat dan dengar di koran, televisi dan radio.

Berdasarkan informasi terakhir, bom terjadi di 2 tempat, yaitu Jimbaran dan Kuta Square. Sebelumnya memang sempat ada informasi telah terjadi bom di Hard Rock Hotel dan Nusa Dua, namun kelihatannya ini hanyalah salah persepsi, mengingat Hard Rock Hotel cukup dekat dengan lokasi di Kuta Square dan Jimbaran itu masuk ke wilayah Nusa Dua.

Sedikit gambaran buat rekan-rekan perihal lokasi bom di Bali, Jimbaran yang dimaksud itu tepatnya di pantai Muaya yang terletak bersebelahan dengan Hotel Intercontinental dan Fourth Season. Biasa kami menyebutnya sebagai Jimbaran Baru. Di daerah Jimbaran ada 3 tempat makan seafood bakar tepi pantai, yaitu Kedonganan, Jimbaran Lama, dan Jimbaran Baru. Ketiganya bertetanggaan. Dari ke-3 tempat makan tersebut, menurut saya Jimbaran Baru-lah yang paling favorit, mengingat tempatnya paling luas pantainya dan paling elit karena jumlah turis asingnya lebih banyak, ditunjang dengan harga yang lebih kompetitif. Di Jimbaran Baru ini, saya punya 2 tempat favorit, tempat dimana saya biasa menjamu tamu atau makan bersama teman, yaitu Cafe Menega dan Cafe Surya (eks Ubung). Sangat sedih mendengar bahwa Cafe Menega di-bom πŸ™ Dari perbincangan per telepon dengan pemilik Cafe Surya (yang juga teman baik dari Cafe Menega), saya benar-benar sedih mendengar gambaran lokasi saat kejadian. Saat ini lokasi tersebut masih ditutup. Di Jimbaran Baru, titik bom terjadi di Cafe Nyoman, ini lokasinya di pintu masuk, sedangkan Cafe Menega ada di tengah lokasi. Jarak keduanya lumayan jauh, sekitar 100-200 meter, ada paling tidak 10 Cafe di antaranya. Sedangkan di Kuta Square, lokasi bom ada di R.AJA’S (begitu tulisan sebenarnya) Bar & Restaurant. R.AJA’S ini terletak di sentral pertokoan Kuta Square, tempat paling padat bagi pejalan kaki dan kendaraan yang akan menuju ke pantai Kuta. R.AJA’S ini sangat ramai karena makanan di sana memang salah satu rekomendasi untuk dicicipi, berselebahan dengan Matahari Departemen Store.

Pada Sabtu kemarin, saya menerima cukup banyak SMS dan telepon yang menanyakan kabar saya; saya mengucapkan terima kasih atas perhatian rekan-rekan semua, bahkan Admin Gadtorade, Mr. Bob, langsung kasih ijin saya kirim berita tanpa tag OOT (Thx bos!). Saya tidak sempat membalas semua SMS yang masuk, mengingat jalur komunikasi hari itu lebih diprioritaskan menghubungi Bali untuk update info di sana plus jalur sangat padat, bahkan K750i saya hang bolak-balik padahal sudah diupdagre firmwarenya (bos Dugem bisa tahu kenapa?). Minggu siang saya bertolak balik ke Bali, satu jam sebelum SBY bertolak ke Bali juga.

Sedikit gambaran kondisi di Bali pasca Bom Bali 2, kondisi airport makin diperketat. Bagi yang akan mengunjungi Bali, dimohon tidak membawa barang-barang yang aneh-aneh, karena urusannya bisa panjang. Sebisa mungkin tidak membawa barang-barang yang dikategorikan “berbahaya”. Dalam pesawat tadi siang, saya menjumpai cukup banyak rekan-rekan pers dari dalam dan luar negeri. Semuanya memboyong peralatannya yang canggih-canggih. Setidaknya saya tadi melihat wartawan dari TV7, TransTV, dan Bloomberg. Setibanya di Bali, jalanan sekitar Kuta penuh dengan polisi dan mobil tim gegana terlihat berseliweran di jalan. Belum lagi ambulans yang meraung-raung minta jalan. Lalu tadi sempat pula terlihat rombongan VIP dikawal ketat.

Malamnya, sehabis makan, saya mencoba mendekati TKP di Kuta Square dengan mobil. Suasana mendekati Kuta sangat sepi. Di sepanjang jalan Kartika Plasa (jalan menuju Kuta Square) sangat lenggang. Paling tidak, kalau mau saya bisa memacu mobil saya sampai 60 km/jam, hal yang tidak mungkin dilakukan di hari biasa, namun tentunya itu tidak saya lakukan, bisa ditangkap Brimob euy! πŸ™‚ Di hotel-hotel sepanjang jalan itu, penjagaan luar biasa ketat; apalagi di kawasan Kartika Plaza dan Discovery Shopping Mall milik TW, wah… full Brimob. Memang masih terlihat ada turis lokal dan asing yang masih berjalan-jalan di sana, namun frekuensinya sangat sedikit dan banyak toko memilih tutup. Semakin mendekat lokasi Kuta Square, kondisi makin mencekam dan sepi. Jalan di Kuta Square ditutup dan dijaga ketat oleh aparat dan pecalang (polisi adat). Saya mengambil jalan memutar dan akhirnya melewati sisi ujung Kuta Square yang dekat dengan TKP. Di sana pun terlihat berlusin-lusin polisi dan beberapa truk polisi parkir di sana. Kelihatannya masih dilakukan olah TKP dan masyarakat bergerombol menonton dari batas “police line”, namun itupun tidak terlampau banyak, sehingga dari mobil pun saya masih bisa melihat ke arah TKP. Benar-benar suasananya mati dan gelap.

Dari sana saya memasuki pantai Kuta dan melewati Hard Rock Hotel dan memastikan bahwa bom di Hard Rock itu memang hanya kesalahan persepsi. Selanjutnya saya memasuki kawasan “Legian Street” tempat “Bali Blast” 3 tahun lalu. Di jalan yang anti-lancar (karena selalu macet) ini mobil masih bisa melaju cukup kencang. Pub & Bar yang biasanya ramai, terlihat sepi. Toko-toko souvenir lebih banyak yang memilih tutup. Resto dan Cafe juga sepi. Memasuki “Ground Zero”, suasanya juga sepi, tidak seperti biasanya yang padat dengan pengunjung yang berfoto ria. Intinya… Bali kembali “mati” seperti 3 tahun lalu! Memang diberitakan di radio dan televisi bahwa exodus belum terjadi dan turis masih melakukan aktivitasnya, namun suasananya berbeda… menurut saya sich ini sepi sekali! Padahal, bulan September kemarin merupakan “peak-season” turis asing di Bali. Bisa dikatakan semua hotel di kawasan Kuta penuh.

Walau saya bukan warga Bali, namun setahun tinggal di Bali membuat saya bisa turut merasakan betapa susahnya bangkit dari “Bali Blast” 12 Oktober 2002 lalu. Bom kali ini momentnya sangat krusial, mengingat: BBM baru naik cukup tinggi, menjelang 1 tahun pemerintahan SBY, menjelang masa puasa dan Rabu besok adalah hari raya Galungan, hari suci umat Hindu Bali yang harus dirusak oleh bom. Terlebih lagi, 2 minggu lagi kita memperingati pula 3 tahun Bom Bali yang efeknya ke seluruh dunia. Semoga otak pelaku bom bunuh diri ini bisa segera diringkus. Setidaknya untuk beberapa bulan ke depan, pendatang seperti saya di Bali akan sedikit mengalami “kesulitan”, karena seperti yang lalu, sweeping identitas bagi pendatang dan razia mobil non DK (plat luar Bali), akan ditingkatkan.

Sebenarnya, indikasi serangan bom ini sudah ada sejak akhir Agustus lalu, karena saat itu di salah satu hotel di dekat Kuta Square ditemukan bom aktif yang berhasil dijinakkan. Saya ingat betul karena keesokan harinya saya merasakan penjagaan sangat ketat di bandara, saat saya harus terbang ke Jakarta menghadiri rapat kantor. Sayangnya ternyata sebulan kemudian, aparat dan intel kita masih bisa kecolongan juga; parahnya bomnya di beberapa tempat dan berurutan. Walau efeknya tidak sebesar Bom Bali 3 tahun lalu, namun banyaknya bom bisa memicu ketakutan juga.

Bali adalah indikator keamanan Indonesia. Bila Bali tak lagi aman, dimana lagi tempat yang aman di Indonesia untuk dikunjungi? Bahkan beberapa turis lebih mengenal Bali ketimbang Indonesia. Maka tak jarang terlontar pertanyaan, “Indonesia ada di sebelah mananya Bali?” Saya pribadi berdoa untuk korban Bom Bali 2 ini dan berharap agar Bali tidak lagi masuk ke dalam daftar “travel warning”, karena dengan begitu berarti akan mematikan hidup orang Bali, yang penghasilannya didapat dari pariwisata.

Sekian ulasan dan oret-oret dari saya. Rencananya saya mau mencoba pula meninjau TKP di Jimbaran, namun masih mencoba mencari jalan agar bisa masuk, karena saat inipun lokasinya dihalangi “police line”. Semoga Bali bisa segera pulih…

From Bali with love, peace and wave…

JN. Rony
20051002

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo





 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.