17 Jul 2001 @ 4:25 PM 

Tumpang, 7-13 Juli 2001 – Kembali pada tahun ini digelar Camping Rohani untuk para siswa kelas 3 SMP sampai 3 SMU. Acara yang rutin diadakan dari tahun ke tahun ini tetap saja memperoleh antusias yang besar dari seluruh penjuru kota. Hal ini terbukti dengan dibanjirinya Pertapaan Karmel dengan lebih dari 1250 orang peserta! Namun hal ini telah diantisipasi oleh para suster di Pertapaan Karmel dengan telah menambah kapasitas ruang tidur dan tenda, serta ruang makan. Selama kurang lebih seminggu, para peserta akan diberi pengajaran di tengah suasana pegunungan yang dingin-dingin-sejuk.

Sesuai dengan tema Camping Rohani tahun ini, yaitu “Memasuki Millennium III bersama Bunda Maria”, maka topik-topik pengajaran yang diberikan tentulah seputar peranan Bunda Maria dalam Gereja dalam kaitannya dengan devosi para karmelit kepada Bunda Maria dari Gunung Karmel yang dikenal dengan Skapulir Coklatnya. Hal ini dikarenakan tahun 2001 ini adalah peringatan 750 tahun skapulir coklat, skapulir yang dipakai oleh para karmelit, maka sebagai kenang-kenangan, para peserta masing-masing diberi skapulir coklat. Selain pengajaran-pengajaran, para peserta juga diajak untuk berdoa Yesus, mengenal karunia-karunia Roh Kudus, dan adorasi (penyembahan kepada Sakramen Mahakudus). Selain itu juga ada sesi tanya jawab dan pengarahan tentang seks dan narkoba, serta beberapa acara permainan untuk rekreasi.

Seperti halnya para peserta, para panita pun berasal dari berbagai kota, seperti Surabaya, Malang, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, dan beberapa kota lainnya. Bahkan tahun ini yang cukup menggembirakan, ada serombongan bis peserta dari Palangkaraya yang rela menempuh perjalanan 3 hari lamanya dengan berganti-ganti angkutan untuk mengikuti acara Camping Rohani ini. Selama seminggu, suasana Pertapaan Karmel yang biasanya hening menjadi ramai dan penuh dengan manusia dengan berbagai karakternya. Mengingat jumlah peserta yang sedemikian banyak, hampir saja para panitia dan para suster serta frater menjadi kewalahan menghadapi para peserta. Hanya saja rasa lelah itu terhibur oleh karya-karya Roh Kudus yang bekerja. Cukup banyak para peserta yang dijamah secara khusus oleh Roh Kudus, baik berupa karunia ataupun panggila n untuk hidup selibat.

Tak terasa seminggu pun berlalu dan acara Camping Rohani diakhiri dengan menggelar misa sore di Gua Maria, pentas drama yang cukup memukau (walau waktu persiapannya yang begitu singkat) dan api unggun serta berbagai macam kembang api yang menghiasi langit malam Pertapaan Karmel dengan sangat indah. Lewat api unggun ini pula dijadikan simbol “pembakaran” dosa-dosa dari para peserta yang ditandai dengan ikut dibakarnya sebuah hati besar bermahkotakan duri yang telah diisi dengan dosa-dosa yang telah ditulis pada secarik kertas. Malam itu adalah malam terakhir, malam dimana para peserta diutus untuk melebarkan Kerajaan Allah. Dan keesokan harinya, Camping Rohani pun ditutup dengan perayaan ekaristi yang dipimpin langsung oleh Bapak Uskup Malang, Mgr. Herman Yosef dan ditutup secara simbolis dengan memukul gong dan pelepasan balon-balon.

Usai sudah Camping Rohani Siswa. Tapi apakah usai sampai di situ? Tidak! Acara Camping hanyalah sebagian kecil dari tugas perutusan. Diharapkan setalah camping kita dapat semakin melayani sesama dengan kasih. Capek, itu menghinggapi semua panitia dan para suster dan frater, namun rasa bahagia dan ceria telah menutupi semua itu. Proficiat untuk para panitia! Proficiat pula untuk para suster Putri Karmel! Terlebih lagi, Proficiat untuk semua peserta! Selamat bekerja di ladang Tuhan!

JN. Rony
20010717

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Reportase

 17 Jul 2001 @ 4:24 PM 

Kuasa Doa, kalimat ini sering sekali kudengar. Dalam Injil pun dikatakan, “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). Begitu hebatnya-kah Kuasa Doa??? Ingin sekali kupercaya itu… namun entah kenapa iman dikalahkan oleh daging, itulah yang sering kurasakan. Sebagai seorang aktivis organisasi Katolik, kehidupan doaku bisa dibilang biasa-biasa saja. Malahan boleh dikatakan paling parah di antara rekan-rekan satu timku. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi pemahamanku tentang Kuasa Doa. Antara percaya dan tidak, aku berusaha untuk tetap mengimaninya, bahwa Kuasa Doa memang se-dahsyat yang dibicarakan orang.

2 bulan terakhir, aku menghadapi beberapa persoalan yang cukup berat. Di samping pekerjaan, ada jadwal pelayanan yang harus kujalani secara simultan. Entah kenapa, aku berpasrah diri… mungkin beberapa waktu lalu aku sudah terlalu capek memikirkan jadwalku yang tidak karuan ditambah stress karena kantong dompet kering terus. Yang kulakukan hanyalah berdoa dan mempersembahkannya dalam misa harianku. Acara Pertemuan Nasional (Pernas) Liturgi yang harus kuikuti seakan membayangiku, sebab sampai 2 minggu menjelang hari-H, aku masih belum menemukan teman yang mau membantuku selama di Prigen. Sungguh di luar dugaan, tiba-tiba aku memaksakan diri untuk menelepon seorang teman, walau sebelumnya aku tidak terlalu berharap dia ikut. Ternyata dia bersedia ikut, walaupun saat itu dia mau maju sidang TA. Seminggu menjelang keberangkatan kami ke Prigen untuk mengikuti Pernas, tiba-tiba temanku ini menelepon di saat aku sedang sibuk-sibuknya mengejar deadline pekerjaanku dan memberi tahu kalau sidang TA-nya dimajukan dan harinya adalah pas Pernas berlangsung! Sungguh aku menjadi down saat itu, pikiranku kacau… aku benar-benar menyerah saat itu dan hanya bisa berdoa. 2 hari kemudian, aku bertemu seorang teman lektor yang kebetulan adalah redaksi dari mejalah paroki dan aku utarakan niatku mengajak dia. Sungguh di luar dugaan, dia begitu bersemangat sekali… saat itu aku mulai merasakan bahwa doa-doaku mulai dijawab satu per satu… Kami akhirnya berangkat ke Prigen untuk mengikuti Pernas. Begitu banyak kejadian selama kami pergi ke Prigen yang tak dapat disebutkan satu per satu… semua yang menurutku tidak masuk akal dan hal-hal yang telah membuatku frustasi sebelumnya, mulai terjadi satu per satu. Aku menyadari hal-hal tersebut sebagai bagian dari doa-doaku yang dijawab secara khusus.

Sepulang dari Pernas, aku masih harus melanjutkan perjalanan ke Tumpang untuk mengikuti Camping Rohani Siswa. Berhubung Camping Siswa dimulai pada hari Sabtu, sedangkan Pernas baru selesai pada hari Minggu… maka aku memutuskan berangkat ke Tumpang pada hari Senin, sebab aku tiba ke rumah hari Minggu malam. Persoalan timbul karena aku bingung harus ke Tumpang dengan kendaraan apa, sebab tidak ada panitia lain yang kudengar akan naik pada hari Senin. Lewat doa jugalah aku mendapat tumpangan dari Malang menuju ke Tumpang. Sungguh luar biasa! Selama di Tumpang, kami kerepotan menghadapi para peserta yang nakalnya minta ampun. Untuk menghadapi mereka dengan lembut sudah dicoba berkali-kali dan tidak mempan, sehingga kami harus lebih tegas dalam bersikap. Nah, biasanya dalam situasi seperti itulah emosi setiap orang bisa terpancing. Pada dasarnya, aku ini adalah seorang pemarah. Pada kebanyakan kasus, emosiku mudah sekali terpancing oleh situasi yang “panas”. Anehnya, selama di Camping Siswa… perilaku paling parah yang dilakukan oleh para peserta tidak membuatku marah sama sekali. Entah kenapa aku bisa menghadapi semua situasi dengan tenang walaupun aku merasa emosiku mulai terpancing. Aku menyadari bahwa hal tersebut juga bagian dari Kuasa Doa yang melingkupi aku. Maka tidak ada kata-kata lain yang bisa kukeluarkan kecuali mengembalikan semuanya pada Tuhan.

Lewat perjalanan 2 mingguku aku disadarkan bahwa Kuasa Doa memang ada. Lewat pengalaman 2 mingguku aku dikuatkan dalam mengimani Kuasa Doa. Sungguh, sepintas memang doa seperti untaian kata-kata kosong yang penuh dengan rintihan harapan, namun di dalam doa terkandung kekuatan tersembunyi yang begitu hebat. Kekuatan itulah yang akan keluar apabila kita mau mengimani dan percaya bahwa doa-doa kita tidaklah pernah sia-sia. Amin.

JN. Rony
20010717

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Personal

 29 Jun 2001 @ 4:22 PM 

Menjadi seorang katolik adalah “cita-cita” Nico sejak kecil, sebuah keinginan terpendam sejak Nico mengenal gereja dan ritus misa sewaktu belajar di Sekolah Dasar. Begitu kagum dan mungkin mayoritas murid di SD adalah Katolik (maklum SD Katolik sich) maka Nico pun menyimpan erat-erat keinginannya untuk bisa menjadi “satu dari antara mereka” yang bisa menerima hosti… saat itu begitu bangganya diri Nico bila membayangkan bisa maju dan menerima komuni. Keinginan terpendam itupun tercapai sudah saat Nico dibaptis dan menerima komuni pertama saat kuliah. Sesbuah perjalanan panjang, sehingga Nico begitu senang dan iapun menjadi lebih giat lagi ke gereja serta mulai aktif di organisasi katolik serta mengikuti acara-acara rohani katolik. Apalagi saat itu sedang hangat-hangatnya gerakan karismatik di kalangan muda-mudi. Tak terasa Nico pun mulai mempelajari perihal iman katolik dari buku-buku dan bertanya serta berdiskusi dengan orang-orang yang dianggapnya mengerti.

Akibat kebiasaan ini, Nico sering dijadikan semacam “kamus berjalan” alias tempat bertanya oleh teman-temannya perihal sesuatu yang menyangkut iman katolik, mulai dari hal yang kecil sampai yang sulit-sulit… ada kalanya Nico bisa menjawab pertanyaan mereka, ada kalanya juga tidak bisa menjawab dan hal ini biasanya menjadi semacam PR buatnya, sehingga untuk menghilangkan rasa penasarannya, maka Nico pun segera mencari tahu penjelasan dari pertanyaan sulit itu. Namun, dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan itu, Nico sering menjawab dengan, “menurut bukunya romo ini, tertulis…”; “menurut suster itu, katanya…”; “katanya pak/bu itu, harus begini… harus begitu…”; “kalau tidak salah, aku pernah dengar/lihat kalau itu seharusnya begini… begitu…”; dan masih banyak segudang jawaban yang diberikan Nico berdasarkan referensi yang pernah diperolehnya lewat buku ataupun lewat diskusi dengan romo/awam, bahkan ada juga yang hanya dari kejadian sesaat yang dilihat atau didengarnya.

Seperti halnya Nico, kita pun seringkali menjalani kehidupan iman katolik kita dengan referensi atau “kata orang” saja. Seringkali kita tidak menyadari bahwa menjadi seorang Katolik tidak cukup hanya dengan dibaptis, menerima komuni setiap minggu, mengaku dosa setahun minimal 2 kali, atau syukur-syukur bisa menerima sakramen krisma. Kita lebih sering mengimani iman Katolik kita melalui buku, melalui kata romo kita, kata teman kita, dsb. Kita cenderung untuk mengupas iman kita sampai kulitnya saja tanpa mau merasakan sendiri bagaimana rasa dari isi iman itu sendiri… kita lebih suka mencari amannya. Bila kata orang enak, maka saya akan mencobanya… bila tidak, ya berarti saya selamat karena tidak ikut merasakan susahnya. Dalam beriman kita cenderung membebek apa yang kita dengar atau kita lihat. Memang, tidaklah salah bila kita mencari tahu perihal iman melalui buku atau referensi dari berbagai sumber. Namun, sekiranya hal itu perlu dibarengi dengan penghayatan kita. Akan percuma bila kita mengetahui segala sesuatu tentang iman, tapi kita tidak mengimaninya dalam kehidupan sehari-hari kita. Bila demikian, kita hanya akan seperti orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang hanya bertindak saleh untuk dipuji orang lain.

Mengimani secara sungguh apa yang kita lihat dan kita dengar serta kita alami dalam hidup beriman adalah lebih penting dan lebih berharga daripada seluruh fakta yang ada di sekitar kita. Dengan kata lain, bisa jadi apa yang dikatakan orang lain itu berbeda dengan pengalaman iman kita. Mengapa bisa demikian? Sebab ini masalah iman dan iman itu hanya bisa dirasakan oleh masing-masing orang yang mengimaninya. Dalam Injil saja, terdapat beberapa versi “kata orang” tentang siapakah Yesus itu. Ada yang bilang Yohanes Pembaptis, ada yang menjawab Yeremia, ada yang mengatakan Elia, ada juga yang berkomentar salah satu dari para nabi (Mat 16:14). Nah, manakah yang benar? Seandainya kita sedang bersama-sama dengan Yesus, sedang makan dan minum bersama Yesus, sedang bercakap-cakap dengan Yesus, apakah kita akan percaya dan berpendapat sama dengan yang dikatakan oleh orang-orang itu? tentu tidak bukan? Bagaimana mungkin kita yang sudah mengenal siapakah Yesus saat kita berjalan, makan dan minum, berbincang denganNya akan mengatakan Yesus adalah orang lain? Sudah selayaknyalah bila kita dekat dengan Yesus kita akan menjawab seperti Simon Petrus, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16).

Marilah kita mulai menghayati apa yang kita imani, bukan hanya menjadi pengetahuan otak kita saja, melainkan kita mau menjadikan sebagai pengetahuan hati kita. Dengan demikian, apa yang kita imani ini dapat menjadi semakin sempurna dan segala kemuliaan dapat dikembalikan hanya kepada Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amin!

Selamat HUT ke-21 PDMPKK St. Petrus Paulus! Semoga Tuhan memberkati pelayanan kami.

JN. Rony
29 Juni 2001

Hari Raya Santo Petrus dan Paulus

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Renungan





 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.