Selama ini Paskah selalu bermakna dalam untukku pribadi. Bermakna dalam karena pada hari raya inilah diriku telah ditebus oleh Yesus sendiri. Pada hari raya inilah aku “dimatikan” dan kemudian “dihidupkan” lagi kehidupan yang baru sebagai seorang Katolik. Kuingat betul masa-masa perjuanganku untuk menjadi seorang katolik, sebuah masa yang tidak singkat. Tuhan betul-betul mengujiku selama 10 tahun demi melihat kesungguhanku untuk menjadi pengikutNya. Kuingat persis 7 tahun yang lalu, pada misa malam Paskah, dimana diriku mengenakan setelan putih-putih, dengan bangga mengikuti misa malam itu bersama dengan teman-teman calon baptisan yang lain. Masih terngiang di telingaku saat nama baptisku dipanggil, “Nicholas, aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” dan dengan tegas kukatakan “AMIN!” Kuingat betul peristiwa penting dalam hidupku itu, seakan baru terjadi kemarin. Selama 7 tahun ini pula, aku jatuh bangun dalam iman yang telah kupilih ini. Selama 7 tahun pula, aku merasakan berkat Tuhan yang begitu melimpah dalam hidupku. Dalam suka dan duka yang kualami, aku merasakan bahwa ada yang berubah dalam hidupku! Begitu banyak pengalaman yang kudapat dalam kehidupanku sebagai orang Katolik. Dalam tubuh Gereja, begitu banyak misteri dan pengetahuan yang bisa kugali. Sadar atau tidak, semua pengalaman itu turut membentuk diriku.
Dulu, aku pernah beranggapan betapa beruntungnya teman-temanku yang baptis bayi. Mereka tidak perlu repot dan bingung untuk jadi katekumen, mereka tidak perlu pusing mengumpulkan tanda tangan romo sehabis misa, mereka bisa bermain atau pulang rumah di saat para katekumen mengikuti pelajaran agama tambahan setelah jam sekolah usai, dan masih banyak lagi “keberuntungan” yang kulihat pada mereka. Tapi ternyata pandanganku itu AMAT SANGAT keliru. Justru dari perjalananku itulah, aku melihat bahwa mereka yang baptis dewasa mendapatkan lebih dari sekedar “percikan air” saat baptis. Kami dipersiapkan dan diperkenalkan pada arti menjadi murid Kristus yang sesungguhnya. Iman adalah hak dan pilihan tiap individu. Seorang anak kecil tentu tidak bisa memilih atau menolak keputusan orang tuanya yang ingin anaknya jadi Katolik, dan ini tidak salah! Namun sekali anak itu dibaptis, orang tua berkewajiban penuh untuk menjadi katekis bagi anaknya. Bila tidak, apalah artinya anak itu dibaptis?
Paskah 2003 baru saja kulalui. Tahun ini aku merayakan kemenangan Kristus ini lain dari tahun-tahun sebelumnya. Bila selama ini aku selalu mengikuti Pekan Suci bersama dengan banyak teman dan diakhiri dengan makan bersama sepulang dari Misa Malam Paskah, maka tahun ini aku lebih menyepi. Hanya ditemani oleh seorang teman, aku merayakan Pekan Suci di gereja tempat aku dulu dibaptis. Aku ingin mengenang masa lalu, dimana aku pun dibaptis dalam suasana yang sepi. Waktu itu aku baptis di misa paling malam, gereja tidak penuh dengan umat, kursi-kursi di luar sampai tidak terpakai ditambah hanya ada seorang teman (selain para baptisan baru) yang memberikan selamat padaku saat itu. Sungguh indah! Masa 7 tahun yang lalu seolah terputar kembali dalam ingatanku saat acara pembaptisan di Misa Malam Paskah, Sabtu kemarin.
Ya Tuhan, terima kasih kasih dan pengorbanan yang Kau berikan pada kami, umatMu yang berdosa ini. Aku mohon dampingilah kami semua agar kami dapat menjadi umatMu yang layak untuk dibanggakan di dunia ini, umatMu pantas untuk memperluas kerajaanMu. Aku berdoa bagi mereka yang memiliki kerinduan untuk mengikuti Engkau, kiranya kerinduan itu dapat tetap ada sampai akhirnya mereka pun dapat menjadi bagian dari GerejaMu. Aku berdoa pula untuk para gembalamu di dunia, romo, suster, dan frater; kiranya mereka dapat menjadi gembala yang bijaksana bagi kami. Amin.
Kristus telah bangkit! Aleluya!
Selamat Paskah!
20 April 2003, pada ulang tahun pembaptisan
Nicholas